Selasa, 17 Juli 2012

PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM DALAM PESPEKTIF ISLAM


  1. Pengertian Kurikulum.
Istilah kurikulum muncul pertama kali pada kamus webster pada tahun 1856, yang digunakan dalam bidang olah raga, yaitu Gurere yang berarti jarak yang harus ditempuh oleh pelari atau kereta mulai awal sampai sampai akhir atau mulai start sampai finish. Kemudian pada tahun 1955 kata kurikulum muncul pada kamus tersebut, khusus digunakan dalam bidang pendidikan yang artinya sejumlah mata pelajaran disekolah atau diperguruan tinggi, yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tingkat tertentu atau ijazah.[1]
Dalam kosakata Arab, istilah kurikulum dikenal dengan istilah Manhaj yakni jalan yang terang, atau jalan terang yang dilalui manusia dalam bidang kehidupannya. Dalam konteks pendidikan, yaitu jalan terang yang dilalui pendidik / guru juga peserta didik untuk menggabungkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap serta nilai-nilai.
Kurikulum merupakan suatu sistem, yaitu ada tujuan, isi, evaluasi dan sebagainya yang saling terkait. Disamping kurikulum sebagai guiding instruction, juga merupakan alat antisipatori, yaitu alat alat yang dapat meramalkan masa depan, bukan hanya sebagai reportial , yaitu suatu yang hanya melaporkan suatu kejadian yang telah berjalan.[2]
Carter V. Good dalam  Dicionary of education, sebagaimana yang dikutip oleh M. Zaini dalam bukunya Pengembangan kurikulum konsep implementasi evaluasi dan inovasi menyebutkan bahwa kurikulum adalah sebuah materi pelajaran yang harus ditempuh dalam suatu mata pelajaran atau disiplin ilmu tertentu, seperti kurikulum Pendidikan Bahasa Arab, Kurikulum Pendidikan Bahasa Inggris atau kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial. Kurikulum juga diartikan sebagai garis-garis besar materi yang harus dipelajari oleh siswa disekolah untuk mencapai tingkat tertentu atau ijazah, atau sejumlah pelajaran dan kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa di bawah bimbingan dan pengawasan sekolah atau kampus.[3]  
  1. Karakteristik Kurikulum Islami
Menurut Abdurahman an-Nahlawi (1983:196) sebagaimana yang dikutib oleh Abdul Majid dalam bukunya Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, menjelaskan bahwa kurikulum Islami harus memenuhi beberapa ketentuan, yaitu:[4]
Pertama, memiliki sistem pengajaran dan matrei yang selaras dengan fitrah manusia serta bertujuan untuk menyucikan manusia, memelihara dari penyimpangan, dan menjaga keselamatan fitrah manusia.
Kedua, harus mewujudkan tujuan pendidikan Islam, yaitu memurnikan ketaatan dan peribadatan hanya kepada Allah. Kurikulum Islam yang disusun harus menjadi landasan kebangkitan Islam, baik dalam aspek intelektual, pengalaman, fisikal maupun sosial.
Ketiga, harus sesuai dengan tingkatan pendidikan baik dalam hal karakteristik, tingkatan pemahaman, jenis kelamin serta tugas-tugas kemasyarakatan yang telah dirancang dalam kurikulum.
Keempat, memperhatikan tujuan-tujuan masyarakat yang realistis, menyagkut penghidupan dan bertitik tolak dari keislaman yang ideal, seperti merasa bangga menjadi umat Islam. Hal lain yang harus menjadi perhatian adalah pelayanan kesehatan, jaminan keamanan, perkantoran, kebudayaan atau aspek-aspek hasil peradaban lainnya.
Kelima, tidak bertentanagan dengan konsep-konsep Islam. Mengacu pada kesatuan Islam, dan selaras dengan integrasi psikologi yang telah Allah ciptakan untuk manusia serta selaras dengan kesatuan pengalaman yang hendak diberikan kepada anak didik, baik yang berhubungan dengan sunnah, kaidah, sistem maupun realitas alam, sehingga terjalin hubungan yang harmonis antara berbagai bidang ilmu.
Keenam, harus realistis sehingga dapat diterpakan selaras dengan kesanggupan negara yang hendaka menerapkannya sehingga sesuai dngan tuntutan dan kondisi negara itu sendiri.
Ketujuh, harus memilih metode yang relastis sehingga dapat diadaptasikan ke dalam berbagai kondisi, lingkungan dan keadaan tempat ketika kurikulum itu ditetapkan. Yang taka kalah pentingnya adalah kurikulum itu harus selarasdengan berbagai respon sehingga sesuai dengan perbedaan individu.
Kedelapan, harus efektif, dap[at memberikan hasil pendidikan yang bersifat behavioristik, dan tidak meninggalkan dampak emosional yang meledak-ledak dalam diri generasi muda. Pada dasarnya kurikulum islami memiliki kelbihan berupa metode pendidikan yang sahih dan berdampak jauh kedepan serta memiliki berbagai kegiatan islami yang berhasil dan tersaji dengan jelas.
Kesembilan, harus sesuai dengan berbagai tingkatan usia anak didik. Untuk semua tingkatan dipilih bagian materi kurikulum yang sesuai dengan kesiapan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik. Dalam hal ini yang paling penting adalah tingkatan penguasaan bahasa yang dicapai oleh anak. Hal ini memerlukan studi psikologis, fase-fase perkembangan dan kemampuan generasi muda muslim.
Kesepuluh, memperhatikan aspek pendidikan tentang segi-segi perilaku yang bersifat aktifitas langsung seperti ; berjihad, dakwah islam, serta pembangunan masyarakat muslim dalam lingkungan persekolahan sehingga kegiatan ini dapat mewujudkan seluruh rukun islam dan syi’arnya, metode pendidikan dan pengajarannya, serta etika dalam kehidupan siswa secara individu dan sosial.[5]
Bagaimanapun jenis kurikulum yang dipakai dalam kegiatan belajar mengajar (kurikulum proyek, terpusat, terpadu dan terikat) yang terpenting adalah dalam pelaksanaan dan keberhasilannya kurikulum tersebut disempurnakan atau dilengkapi dengan berbagai aktifitas walaupun hanya berperan sebagai pelengkap. Dalam pengertian, aktifitas diluar proses belajar mengajar formal harus ditetapkan juga secara tertulis, terutama jika proses belajar mengajar atau kurikulum menghendaki itu.
Kurikulum dalam perspektif Islam ini juga sebagaimana yang diutarakan oleh Al-Syaibani yang dikutip oleh Mujamil Qomar, mencatat ciri-ciri tersebut sebagaimana berikut [6]:
1.                    Menonjolkan  tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan, kandungan, metode, alat dan tekniknya.
2.                    Memiliki perhatian yang luas dan kandungan yang menyeluruh
3.                    Memiliki keseimbangan antara kandungan kurikulum dari segi ilmu dan seni, kemestian, pengalaman, dan kegiatan pengajaran yang beragam.
4.                    Berkecenderungan pada seni halus, aktifitas pendidikan jasmani, latihan militer, penge      tahuan teknik, latihan kejuruan, dan bahasa asing untuk perorangan maupun bagi mereka yang memiliki kesediaan, bakat dan keinginan.
5.                    Keterkaitan kurikulum dengan ketersediaan minat, kemampuan kebutuhan.
  1. Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum dalam perspektif Islam
Sebelum kita memasuki prinsip-prinsip pengembangn kurikulum perspektif islam, kita akan melihat dulu Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum secara umum.
Berikut ini adalah prinsip-prinsip umum dalam pengembangan kurikulum :
a.       Prinsip Relevansi, dalam membuat kurikulum hendaknya memeperhatikan kebutuhan lingkungan masyarakat sekitar dan anak didik, agar nantinya berguna bagi siswa untuk bersaing dalam dunia kerja yang akan datang. Dan tak kalh penting harus sesuai dengan perkembangan tekhnologi agar selaras dalam usaha mebangun negara.
b.      Prinsip Fleksibilitas, dalam prinsip fleksibilitas ini dimaksudkan bahwa, kurikulum hendaknya mempunyai kelenturan. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berisi hal-hal yang solid, tetapi dalam pelaksanaannya memungkinkan terjadinya penyesuaiaan-penyesuaian berdasarkan kondisi daerah. Waktu maupun kemampuan dan latar belakang anak. Kurkulum ini mempersiapkan anak untuk masa sekarang dan yang akan datang. Kurikulum tetap fleksibel dilaksanakan ditempat manapun, bahkan bagi anak yang memiliki latar belakang dan kemampuan yang berbeda.
c.       Prinsip Kontinuitas, perkembangan dan proses belajar anak berlangsung secara berkesinambungan, tidak terputus-putus. Oleh karena itu, pengalaman belajar yang disediakan kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara suatu tingkat kelas dengan kelas lainnya, antara satu jenjang dengan  jenjang lainnya, juga antar jenjang pendidikan dengan pekerjaananya.
d.      Prinsip Efisiensi, untuk menyelesaikan suatu program diperlukan waktu, tenaga dan biaya yang kadang-kadang sangat besar jumlahnya. Yang kesemuannya itu sangat bergantung kepada banyak program yang akan diselesaikan. Hal ini yang dikatakan bahwa usaha yang dilakukan itu efisien. Jadi efisiensi merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai dan pengeluaran yang diharapkan paling tidak menunjukkan hasil yang seimbang. Dengan kata lain prinsip ekonomis ini harus diterapkan dengan tenaga, waktu dan biaya sedikit atau sekecil mungkin untuk mendapakan hasil yang optimal.
e.       Prinsip Efektifitas, walaupun kurikulum tersebut  harus sederhana dan murah tapi keberhasilan tetap harus diperhatikan. Dan pengembangan kurikulum tidak terlepas dan merupakan penjabaran dari perencanaan  pendidikan, yang merupakan penjabaran dari kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dibidang pendidikan. Pada dasarkan kurikulum berisikan empat aspek utama tujuan-tujuan pendidikan atau kompetensi, isi pendidikan dan pengalaman belajar serta penilaian.
Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum dalam perspektif Islam
Terlepas dari perbedaan pendapat dikalangan cendikiawan muslim tentang konsep dan batasan pembaruan, sesungguhnya pembaruan dalam islam mempunyai watak dan karakteristik tersendiri. Gagasan dan ide pembaruan dalam islam muncul sebagai upaya interpretasi kaum muslim terhadap sumber-sumber ajaran islam dalam rangka menghadapi berbagai perubahan sosio-kultural yang terjadi dalam setiap waktu dan tempat. [7]
Dunia pendidikan islma-pun masuk dalam ranah pembaruan dalam islam, bagaimana pendidikan islama mampu mencetak generasi-generasi masa depan yang lebih kompeten dalam bidang ilmu pengetahuan, agama, dan tekhnologi.
Banayak sekali landasan kaum muslimin untuk melakukan pembahruan dan pengembangan dalam segala bidang, landasan yang utama adalah, al-Qur’an Surat Ar Ra’d ayat 11:
 žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3
”Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”

Firman itu secara teologis dapat dijadikan landasan bagi pengembangan kurikulum pendidikan islam, pola pikir dan pola sikap suatu kaum tentu akan mengalami prubahan/pengembangan. Pengembanagan seperti itu tentunya bersifat internal. Artinya, pengembangan dimulai dari kemauan itu sendiri untuk menghadapi situasi sosial budaya yang ada pada masanya.
Dalam pembahasan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum dalam Islam ini, saya kutip pendapatnya B.S. Wibowo sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Majid dalam bukunya Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, dengan mengajukan beberapa prinsip pengembangan:[8]
Imagination; 
 `yJsù tb%x. (#qã_ötƒ uä!$s)Ï9 ¾ÏmÎn/u ö@yJ÷èuù=sù WxuKtã $[sÎ=»|¹ Ÿwur õ8ÎŽô³ç ÍoyŠ$t7ÏèÎ/ ÿ¾ÏmÎn/u #Jtnr& ÇÊÊÉÈ
”Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (al-Kahfi:110).
Dengan demikian kurikulum yang dibangun harus mampu membangkitkan imajinasi jauh kedepan, baik manfaat ilmu, maupun menciptakan teknologi dari yang tidak ada menjadi ada guna kemakmuran manusia.
Student Centre;
Murid sebagai pusat aktivitas. Siswa harus mandiri dalam proses belajar, inquiri adalah sebuah program yang menkankan rasa ingin tahu peserta belajar dan menggali dari pengalaman terstruktur yang diberikan.
Kamu lebih mengetahui tentang urusan duniamu(al-hadits).
Tekhnologi;
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ
ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ
1.  Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2.  Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3.  Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4.  Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam(tekhnologi).
5.  Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
(Al ’Alaq: 1-5)
Memanfaatkan tekhnologi belajar Multi Indrawi, sehingga membuat anak didik senang dalam belajar.
Interventer;
Guru yang terbaik adalah pengalaman (Ali bin Abi Thalib). Maka guru harus bisa mendesian proses intervensi terstruktur pada peserta belajar, atau mampu mengkritisi pengalaman beljar siswa.
Question and Answer;
Tanya jawab. Tidaklah kamu berfikir, bertafakkur dan bertadabur (Qur’an). Ilmu adalah perbendaharaan, kunci-kuncinya adalah pertanyaan (Hadits). Mendorong rasa ingin tahu dengan pertanyaan-pertanyaan dan merancang cara menjawab rasa ingin tahu dan menemukan jawaban.
Organization;
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#räè{ öNà2uõÏm (#rãÏÿR$$sù BN$t6èO Írr& (#rãÏÿR$# $YèÏJy_ ÇÐÊÈ

”Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama!”( An Nisa’; 71)
Belajar terdiri dari banyak unsur, yaitu pelajaran dan keterampilan akademis, keterampilan berpikir, keterampilan berkomunikasi dan keterampilan manajemen.[9]
Motivation;
öNs9r& ts? y#øx. z>uŽŸÑ ª!$# WxsWtB ZpyJÎ=x. Zpt6ÍhŠsÛ ;otyft±x. Bpt7ÍhsÛ $ygè=ô¹r& ×MÎ/$rO $ygããösùur Îû Ïä!$yJ¡¡9$# ÇËÍÈ

”Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah Telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit”( Ibrahim; 24)

 Amal itu tergantung niatnya (al hadits),
Untuk dapat memberikan motivasi seorang guru harus memiliki motivasi yang lebih, untuk mampu mengajar dengan tekhnik motivasi  yang memotifasi maka guru harus memiliki kemampuan menguasai tekhnik presentasi yang optimal.
Application;
Seorang ulama (orang yang berilmu) yang tanpa amalan seperti lampu membakar dirinya sendiri (Berarti amal perbuatan harus sesuai dengan ajaran-ajarannya). (HR. Ad-Dailami)
Puncaknya ilmu adalah amal. Banyak lulusan sekolah merasa bingung ketika keluar dari sekolah dalam menerapkan ilmu. Dengan demikian hendaknya guru mampu memvisualisasikan ilmu pengetahuan pada dunia praktis, menegmbangkan aplikasi ilmu dalam berbagai bidang kehidupan.
Heart, hepar, jantung hati, spiritual;
Kekuatan spiritual terletak pada kelurusan dan kebersihan hati nurani, roh, pikiran, jiwa, emosi. Bahan bakar motif yang paling kuat ada pada nilai-nilai, doktrin dan ideologi atau faktor spiritual. Dengan demikian guru harus mampu mendidik dengan turut menyertakan nilai-nilai spiritual, karena ini merupakan faktor mendasar untuk kesuksesan jangka panjang.[10]
Bertingkat-Tingkat;
öNèd ìM»y_uyŠ yYÏã «!$# 3 ª!$#ur 7ŽÅÁt/ $yJÎ/ šcqè=yJ÷ètƒ ÇÊÏÌÈ
”(Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha melihat apa yang mereka kerjakan.” (Ali ’Imran: 163)

Pendidikan harus sesuai dengan berbagai tingkatan usia anak didik. Untuk semua tingkatan dipilih bagian materi kurikulum yang sesuai dengan kesiapan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik. Dalam hal ini yang paling penting adalah tingkatan penguasaan bahasa yang dicapai oleh anak. Hal ini memerlukan studi psikologis.


[1] Muhammad Zaini, Pengembangan kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi, (Surabaya: elKAF, 2006), hlm.1.
[2]  Sulistiyorini, Manajemen Pendidikan Islam, (Surabaya: elKAF, 2006), 27-29.
[3]  Muhammad Zaini, Pengembangan kurikulum... ,hlm. 1-2.
[4] Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006, hlm. 79-80
[5] Ibid.,
[6] Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam, (Surabaya: PT. Gelora Aksara Pratama, 2007
[7] Abdullah Idi, et.all, Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta:Tiara Wacana, 2006, hlm.67
[8] Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006, hlm. 40-42
[9] Ibid.,
[10] Ibid.,

0 komentar:

Posting Komentar