- Pengertian Kurikulum.
Istilah kurikulum muncul pertama kali pada kamus
webster pada tahun 1856, yang digunakan dalam bidang olah raga, yaitu Gurere
yang berarti jarak yang harus ditempuh oleh pelari atau kereta mulai awal
sampai sampai akhir atau mulai start sampai finish. Kemudian pada
tahun 1955 kata kurikulum muncul pada kamus tersebut, khusus digunakan dalam
bidang pendidikan yang artinya sejumlah mata pelajaran disekolah atau
diperguruan tinggi, yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tingkat tertentu
atau ijazah.[1]
Dalam kosakata Arab, istilah kurikulum dikenal
dengan istilah Manhaj yakni jalan yang terang, atau jalan terang yang
dilalui manusia dalam bidang kehidupannya. Dalam konteks pendidikan, yaitu
jalan terang yang dilalui pendidik / guru juga peserta didik untuk
menggabungkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap serta nilai-nilai.
Kurikulum merupakan suatu sistem, yaitu ada
tujuan, isi, evaluasi dan sebagainya yang saling terkait. Disamping kurikulum
sebagai guiding instruction, juga merupakan alat antisipatori, yaitu
alat alat yang dapat meramalkan masa depan, bukan hanya sebagai reportial ,
yaitu suatu yang hanya melaporkan suatu kejadian yang telah berjalan.[2]
Carter V. Good dalam Dicionary of education, sebagaimana yang dikutip
oleh M. Zaini dalam bukunya Pengembangan kurikulum konsep implementasi
evaluasi dan inovasi menyebutkan bahwa kurikulum adalah sebuah materi
pelajaran yang harus ditempuh dalam suatu mata pelajaran atau disiplin ilmu
tertentu, seperti kurikulum Pendidikan Bahasa Arab, Kurikulum Pendidikan Bahasa
Inggris atau kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial. Kurikulum juga diartikan
sebagai garis-garis besar materi yang harus dipelajari oleh siswa disekolah
untuk mencapai tingkat tertentu atau ijazah, atau sejumlah pelajaran dan
kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa di bawah bimbingan dan pengawasan
sekolah atau kampus.[3]
- Karakteristik Kurikulum Islami
Menurut Abdurahman an-Nahlawi (1983:196)
sebagaimana yang dikutib oleh Abdul Majid dalam bukunya Pendidikan Agama
Islam Berbasis Kompetensi, menjelaskan bahwa kurikulum Islami harus
memenuhi beberapa ketentuan, yaitu:[4]
Pertama, memiliki sistem pengajaran dan matrei yang selaras dengan fitrah manusia
serta bertujuan untuk menyucikan manusia, memelihara dari penyimpangan, dan
menjaga keselamatan fitrah manusia.
Kedua, harus mewujudkan tujuan pendidikan Islam, yaitu memurnikan ketaatan dan
peribadatan hanya kepada Allah. Kurikulum Islam yang disusun harus menjadi
landasan kebangkitan Islam, baik dalam aspek intelektual, pengalaman, fisikal
maupun sosial.
Ketiga, harus sesuai dengan tingkatan pendidikan baik dalam hal karakteristik,
tingkatan pemahaman, jenis kelamin serta tugas-tugas kemasyarakatan yang telah
dirancang dalam kurikulum.
Keempat, memperhatikan tujuan-tujuan masyarakat yang realistis, menyagkut penghidupan
dan bertitik tolak dari keislaman yang ideal, seperti merasa bangga menjadi
umat Islam. Hal lain yang harus menjadi perhatian adalah pelayanan kesehatan,
jaminan keamanan, perkantoran, kebudayaan atau aspek-aspek hasil peradaban
lainnya.
Kelima, tidak bertentanagan dengan konsep-konsep Islam. Mengacu pada kesatuan Islam,
dan selaras dengan integrasi psikologi yang telah Allah ciptakan untuk manusia
serta selaras dengan kesatuan pengalaman yang hendak diberikan kepada anak
didik, baik yang berhubungan dengan sunnah, kaidah, sistem maupun realitas
alam, sehingga terjalin hubungan yang harmonis antara berbagai bidang ilmu.
Keenam, harus realistis sehingga dapat diterpakan selaras dengan kesanggupan
negara yang hendaka menerapkannya sehingga sesuai dngan tuntutan dan kondisi
negara itu sendiri.
Ketujuh, harus memilih metode yang relastis sehingga dapat diadaptasikan ke dalam
berbagai kondisi, lingkungan dan keadaan tempat ketika kurikulum itu
ditetapkan. Yang taka kalah pentingnya adalah kurikulum itu harus selarasdengan
berbagai respon sehingga sesuai dengan perbedaan individu.
Kedelapan, harus efektif, dap[at memberikan hasil
pendidikan yang bersifat behavioristik, dan tidak meninggalkan dampak emosional
yang meledak-ledak dalam diri generasi muda. Pada dasarnya kurikulum islami
memiliki kelbihan berupa metode pendidikan yang sahih dan berdampak jauh
kedepan serta memiliki berbagai kegiatan islami yang berhasil dan tersaji
dengan jelas.
Kesembilan, harus sesuai dengan berbagai tingkatan usia anak
didik. Untuk semua tingkatan dipilih bagian materi kurikulum yang sesuai dengan
kesiapan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik. Dalam hal ini
yang paling penting adalah tingkatan penguasaan bahasa yang dicapai oleh anak.
Hal ini memerlukan studi psikologis, fase-fase perkembangan dan kemampuan
generasi muda muslim.
Kesepuluh, memperhatikan aspek pendidikan tentang segi-segi
perilaku yang bersifat aktifitas langsung seperti ; berjihad, dakwah islam,
serta pembangunan masyarakat muslim dalam lingkungan persekolahan sehingga
kegiatan ini dapat mewujudkan seluruh rukun islam dan syi’arnya, metode
pendidikan dan pengajarannya, serta etika dalam kehidupan siswa secara individu
dan sosial.[5]
Bagaimanapun jenis kurikulum yang dipakai dalam
kegiatan belajar mengajar (kurikulum proyek, terpusat, terpadu dan terikat)
yang terpenting adalah dalam pelaksanaan dan keberhasilannya kurikulum tersebut
disempurnakan atau dilengkapi dengan berbagai aktifitas walaupun hanya berperan
sebagai pelengkap. Dalam pengertian, aktifitas diluar proses belajar mengajar
formal harus ditetapkan juga secara tertulis, terutama jika proses belajar
mengajar atau kurikulum menghendaki itu.
Kurikulum dalam perspektif Islam ini juga
sebagaimana yang diutarakan oleh Al-Syaibani yang dikutip oleh Mujamil Qomar,
mencatat ciri-ciri tersebut sebagaimana berikut [6]:
1.
Menonjolkan
tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan, kandungan, metode, alat
dan tekniknya.
2.
Memiliki perhatian yang luas dan kandungan yang
menyeluruh
3.
Memiliki keseimbangan antara kandungan kurikulum
dari segi ilmu dan seni, kemestian, pengalaman, dan kegiatan pengajaran yang
beragam.
4.
Berkecenderungan pada seni halus, aktifitas
pendidikan jasmani, latihan militer, penge tahuan
teknik, latihan kejuruan, dan bahasa asing untuk perorangan maupun bagi mereka
yang memiliki kesediaan, bakat dan keinginan.
5.
Keterkaitan kurikulum dengan ketersediaan minat,
kemampuan kebutuhan.
- Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum dalam perspektif Islam
Sebelum kita memasuki prinsip-prinsip pengembangn
kurikulum perspektif islam, kita akan melihat dulu Prinsip-prinsip pengembangan
kurikulum secara umum.
Berikut ini adalah prinsip-prinsip umum dalam pengembangan kurikulum :
a. Prinsip Relevansi,
dalam membuat kurikulum hendaknya memeperhatikan kebutuhan lingkungan
masyarakat sekitar dan anak didik, agar nantinya berguna bagi siswa untuk
bersaing dalam dunia kerja yang akan datang. Dan tak kalh penting harus sesuai
dengan perkembangan tekhnologi agar selaras dalam usaha mebangun negara.
b. Prinsip Fleksibilitas,
dalam prinsip fleksibilitas ini dimaksudkan bahwa, kurikulum hendaknya
mempunyai kelenturan. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berisi hal-hal
yang solid, tetapi dalam pelaksanaannya memungkinkan terjadinya
penyesuaiaan-penyesuaian berdasarkan kondisi daerah. Waktu maupun kemampuan dan
latar belakang anak. Kurkulum ini mempersiapkan anak untuk masa sekarang dan
yang akan datang. Kurikulum tetap fleksibel dilaksanakan ditempat manapun,
bahkan bagi anak yang memiliki latar belakang dan kemampuan yang berbeda.
c. Prinsip Kontinuitas,
perkembangan dan proses belajar anak berlangsung secara berkesinambungan, tidak
terputus-putus. Oleh karena itu, pengalaman belajar yang disediakan kurikulum
juga hendaknya berkesinambungan antara suatu tingkat kelas dengan kelas
lainnya, antara satu jenjang dengan
jenjang lainnya, juga antar jenjang pendidikan dengan pekerjaananya.
d. Prinsip Efisiensi,
untuk menyelesaikan suatu program diperlukan waktu, tenaga dan biaya yang
kadang-kadang sangat besar jumlahnya. Yang kesemuannya itu sangat bergantung
kepada banyak program yang akan diselesaikan. Hal ini yang dikatakan bahwa
usaha yang dilakukan itu efisien. Jadi efisiensi merupakan perbandingan antara
hasil yang dicapai dan pengeluaran yang diharapkan paling tidak menunjukkan
hasil yang seimbang. Dengan kata lain prinsip ekonomis ini harus diterapkan
dengan tenaga, waktu dan biaya sedikit atau sekecil mungkin untuk mendapakan
hasil yang optimal.
e. Prinsip Efektifitas,
walaupun kurikulum tersebut harus
sederhana dan murah tapi keberhasilan tetap harus diperhatikan. Dan
pengembangan kurikulum tidak terlepas dan merupakan penjabaran dari
perencanaan pendidikan, yang merupakan
penjabaran dari kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dibidang pendidikan.
Pada dasarkan kurikulum berisikan empat aspek utama tujuan-tujuan pendidikan
atau kompetensi, isi pendidikan dan pengalaman belajar serta penilaian.
Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum dalam
perspektif Islam
Terlepas dari perbedaan pendapat dikalangan
cendikiawan muslim tentang konsep dan batasan pembaruan, sesungguhnya pembaruan
dalam islam mempunyai watak dan karakteristik tersendiri. Gagasan dan ide
pembaruan dalam islam muncul sebagai upaya interpretasi kaum muslim terhadap
sumber-sumber ajaran islam dalam rangka menghadapi berbagai perubahan
sosio-kultural yang terjadi dalam setiap waktu dan tempat. [7]
Dunia
pendidikan islma-pun masuk dalam ranah pembaruan dalam islam, bagaimana
pendidikan islama mampu mencetak generasi-generasi masa depan yang lebih
kompeten dalam bidang ilmu pengetahuan, agama, dan tekhnologi.
Banayak sekali landasan kaum muslimin untuk
melakukan pembahruan dan pengembangan dalam segala bidang, landasan yang utama
adalah, al-Qur’an Surat Ar Ra’d ayat 11:
cÎ) ©!$# w çÉitóã $tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçÉitóã $tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3
”Sesungguhnya Allah tidak merobah
keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri.”
Firman itu
secara teologis dapat dijadikan landasan bagi pengembangan kurikulum pendidikan
islam, pola pikir dan pola sikap suatu kaum tentu akan mengalami prubahan/pengembangan.
Pengembanagan seperti itu tentunya bersifat internal. Artinya, pengembangan
dimulai dari kemauan itu sendiri untuk menghadapi situasi sosial budaya yang
ada pada masanya.
Dalam
pembahasan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum dalam Islam ini, saya kutip
pendapatnya B.S. Wibowo sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Majid dalam bukunya
Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, dengan mengajukan beberapa
prinsip pengembangan:[8]
Imagination;
`yJsù tb%x. (#qã_öt uä!$s)Ï9 ¾ÏmÎn/u ö@yJ÷èuù=sù WxuKtã $[sÎ=»|¹ wur õ8Îô³ç Íoy$t7ÏèÎ/ ÿ¾ÏmÎn/u #Jtnr& ÇÊÊÉÈ
”Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang
saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada
Tuhannya". (al-Kahfi:110).
Dengan demikian
kurikulum yang dibangun harus mampu membangkitkan imajinasi jauh kedepan, baik
manfaat ilmu, maupun menciptakan teknologi dari yang tidak ada menjadi ada guna
kemakmuran manusia.
Student Centre;
Murid
sebagai pusat aktivitas. Siswa harus mandiri dalam proses belajar, inquiri
adalah sebuah program yang menkankan rasa ingin tahu peserta belajar dan
menggali dari pengalaman terstruktur yang diberikan.
Kamu
lebih mengetahui tentang urusan duniamu(al-hadits).
Tekhnologi;
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ
ù&tø%$# y7/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷èt ÇÎÈ
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
Menciptakan,
2.
Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3.
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4.
Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam(tekhnologi).
5.
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
(Al ’Alaq: 1-5)
Memanfaatkan
tekhnologi belajar Multi Indrawi, sehingga membuat anak didik senang dalam
belajar.
Interventer;
Guru yang
terbaik adalah pengalaman (Ali bin Abi Thalib). Maka guru harus bisa mendesian
proses intervensi terstruktur pada peserta belajar, atau mampu mengkritisi
pengalaman beljar siswa.
Question and Answer;
Tanya jawab. Tidaklah kamu berfikir, bertafakkur dan
bertadabur (Qur’an). Ilmu adalah perbendaharaan, kunci-kuncinya adalah
pertanyaan (Hadits). Mendorong rasa ingin tahu dengan pertanyaan-pertanyaan
dan merancang cara menjawab rasa ingin tahu dan menemukan jawaban.
Organization;
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#qãYtB#uä
(#räè{
öNà2uõÏm
(#rãÏÿR$$sù
BN$t6èO
Írr&
(#rãÏÿR$#
$YèÏJy_
ÇÐÊÈ
”Hai orang-orang
yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran)
berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama!”(
An Nisa’; 71)
Belajar terdiri dari banyak unsur, yaitu pelajaran dan
keterampilan akademis, keterampilan berpikir, keterampilan berkomunikasi dan
keterampilan manajemen.[9]
Motivation;
öNs9r& ts? y#øx. z>uÑ ª!$# WxsWtB ZpyJÎ=x. Zpt6ÍhsÛ ;otyft±x. Bpt7ÍhsÛ $ygè=ô¹r& ×MÎ/$rO $ygããösùur Îû Ïä!$yJ¡¡9$# ÇËÍÈ
”Tidakkah
kamu perhatikan bagaimana Allah Telah membuat perumpamaan kalimat yang baik
seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit”( Ibrahim; 24)
Amal itu
tergantung niatnya (al hadits),
Untuk dapat
memberikan motivasi seorang guru harus memiliki motivasi yang lebih, untuk mampu mengajar dengan tekhnik motivasi yang memotifasi maka guru harus memiliki kemampuan
menguasai tekhnik presentasi yang optimal.
Application;
Seorang
ulama (orang yang berilmu) yang tanpa amalan seperti lampu membakar dirinya
sendiri (Berarti amal perbuatan harus sesuai dengan ajaran-ajarannya). (HR. Ad-Dailami)
Puncaknya
ilmu adalah amal. Banyak lulusan sekolah merasa bingung ketika keluar dari
sekolah dalam menerapkan ilmu. Dengan demikian hendaknya guru mampu
memvisualisasikan ilmu pengetahuan pada dunia praktis, menegmbangkan aplikasi
ilmu dalam berbagai bidang kehidupan.
Heart,
hepar, jantung hati, spiritual;
Kekuatan
spiritual terletak pada kelurusan dan kebersihan hati nurani, roh, pikiran,
jiwa, emosi. Bahan bakar motif yang paling kuat ada pada nilai-nilai, doktrin
dan ideologi atau faktor spiritual. Dengan demikian guru harus mampu mendidik
dengan turut menyertakan nilai-nilai spiritual, karena ini merupakan faktor
mendasar untuk kesuksesan jangka panjang.[10]
Bertingkat-Tingkat;
öNèd ìM»y_uy yYÏã «!$# 3 ª!$#ur 7ÅÁt/ $yJÎ/ cqè=yJ÷èt ÇÊÏÌÈ
”(Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan
Allah Maha melihat apa yang mereka kerjakan.” (Ali ’Imran: 163)
Pendidikan
harus sesuai dengan berbagai tingkatan usia anak didik. Untuk semua tingkatan
dipilih bagian materi kurikulum yang sesuai dengan kesiapan dan perkembangan
yang telah dicapai oleh anak didik. Dalam hal ini yang paling penting adalah
tingkatan penguasaan bahasa yang dicapai oleh anak. Hal ini memerlukan studi
psikologis.
[1] Muhammad Zaini, Pengembangan kurikulum
Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi, (Surabaya: elKAF, 2006), hlm.1.
[2] Sulistiyorini, Manajemen Pendidikan Islam, (Surabaya:
elKAF, 2006), 27-29.
[3] Muhammad Zaini, Pengembangan kurikulum...
,hlm. 1-2.
[4]
Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2006, hlm. 79-80
[5]
Ibid.,
[6] Mujamil
Qomar, Manajemen Pendidikan Islam Strategi Baru Pengelolaan Lembaga
Pendidikan Islam, (Surabaya: PT. Gelora Aksara Pratama, 2007
[7]
Abdullah Idi, et.all, Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta:Tiara
Wacana, 2006, hlm.67
[8] Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis
Kompetensi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006, hlm. 40-42
[9]
Ibid.,
[10]
Ibid.,
0 komentar:
Posting Komentar