A.
Landasan Filosofis
Seorang pengembang kurikulum dalam mengambil keputusan
mengenai kurikulum harus memperhatikan falsafah, baik falsafah bangsa, falsafah
lembaga pendidikan dan falsafah pendidik.Ada tiga cabang besar filsafat, yaitu metafisik
yang membahas segala yang ada dalam alam ini, epistemology yang membahas
kebenaran dan aksiologi yang membahas nilai.Aliran-aliran filsafat yang
kita kenal bertolak dari pandangan yang berbeda dalam ketiga hal itu.[1]
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan
kurikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada
berbagai aliran filsafat, seperti: perenialisme, essensialisme,
eksistensialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan
kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran-aliran filsafat tertentu,
sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang
dikembangkan.
Hubungan antara Filsafat dengan Filsafat Pendidikan
menurut beberapa ahli yang dikutip oleh Yahya Nursidik adalah sebagai berikut:
1.
Donald Butler, filsafat memberikan
arah dan metodologi terhadap praktek pendidikan; praktek pendidikan memberikan
bahan bagi pertimbangan filsafat.
2.
Brubacher, mengemukakan 4
(empat) pandangan tentang hubungan ini:
a.
Filsafat merupakan dasar
utama dalam filsafat pendidikan.
b.
Filsafat merupakan bunga,
bukan akar pendidikan.
c.
Filsafat pendidikan berdiri
sendiri sebagai disiplin yang mungkin memberi keuntungan dari kontak dengan
filsafat, tetapi kontak tersebut tidak penting
d.
Filsafat dan teori
pendidikan menjadi satu.
3.
John Dewey, filsafat dan
filsafat pendidikan adalah sama, seperti pendidikan sama dengan kehidupan.[2]
Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati yang
dikutip Akhmad Sudrajat, di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari
masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.[3]
1.
Perenialisme lebih
menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan
budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan
kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini
menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada
tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
2.
Essensialisme
menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan
keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang
berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai
dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama
halnya dengan perenialisme, essensialisme juga lebih berorientasi pada masa
lalu.
3.
Eksistensialisme
menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna.
Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini
mempertanyakan: bagaimana saya hidup di dunia? Apa pengalaman itu?
4.
Progresivisme
menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta
didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan
bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
5.
Rekonstruktivisme
merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme,
peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang
perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh
menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran
ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan
melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada
proses.
Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme,
Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan
Model
Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme
memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi.Sementara,
filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum
Interaksional.
Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan
dan keunggulan tersendiri.Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan
kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk
lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait
dengan pendidikan.Meskipun demikian saat ini, pada beberapa negara dan
khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam
pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat
rekonstruktivisme.
B.
Landasan Psikologis
Dalam proses pendidikan terjadi interaksi
antar-individu manusia, yaitu antara peserta didik dengan pendidik dan juga
antara peserta didik dengan orang-orang yang lainnya. Manusia berbeda dengan
makhluk lainnya, karena kondisi psikologisnya.Manusia berbeda dengan benda atau
tanaman, karena benda atau tanaman tidak mempunyai aspek psikologis. Manusia
juga lain dari binatang, karena kondisi psikologisnya jauh lebih tinggi
tarafnya dan lebih kompleks dibandingkan dengan binatang. Berkat
kemampuan-kemampuan psikologis yang lebih tinggi dan kompleks inilah
sesungguhnya manusia lebih maju, lebih banyak memiliki kecakapan, pengetahuan,
dan keterampilan dibandingkan dengan binatang.
Kondisi psikologis setiap individu berbeda, karena
perbedaan tahap perkembangannya, latar belakang social-budaya, juga karena
perbedaan factor-faktor yang dibawa dari kelahirannya.Kondisi ini pun berbeda
pula bergantung pada konteks, peranan, dan status individu diantara
individu-individu yang lainnya.Interaksi yang tercipta dalam situasi pendidikan
harus sesuai dengan kondisi psikologis para peserta didik maupun kondisi
pendidiknya.
Jadi, sesuai dengan yang dikemukakan oleh Nana Syaodih
Sukmadinata bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari
pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi
belajar. Keduanya sangat diperluka, baik di dalam merumuskan tujuan, memilih dan menyusun bahan
ajar, memilih dan menerapkan metode
pembelajaran serta teknik-teknik penilaian. [4]
Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari
tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya.Dalam psikologi
perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan,
aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal
lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum.
Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari
tentang perilaku individu dalam konteks belajar.Psikologi belajar mengkaji
tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku
individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella
Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologi yang mendasari Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) yang sekarang sudah berganti Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidika (KTSP).Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati
mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan “karakteristik
mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kausal dengan referensi
kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada
suatu situasi“.[5]
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 (lima) tipe
kompetensi, yaitu:
a.
motif; sesuatu yang
dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan untuk
melakukan suatu aksi.
b.
bawaan; yaitu karakteristik
fisik yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau informasi.
c.
konsep diri; yaitu tingkah
laku, nilai atau image seseorang;
d.
pengetahuan; yaitu
informasi khusus yang dimiliki seseorang; dan
e.
keterampilan; yaitu
kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.[6]
Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis
terhadap perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan.Keterampilan dan
pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang,
sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam
serta merupakan pusat kepribadian seseorang.Kompetensi permukaan (pengetahuan
dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan.Pelatihan merupakan hal tepat untuk
menjamin kemampuan ini.Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit
untuk dikenali dan dikembangkan.
C.
Landasan Sosio-Cultural
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan
pendidikan.Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil
pendidikan.Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta
didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat.Pendidikan bukan hanya untuk
pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta
nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di
masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan
pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan
diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula.Kehidupan masyarakat, dengan segala
karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi
pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki
sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan
antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya
adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para
warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya,
politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka
nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut
setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap
tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer yang dikutip oleh Sukmadinata
mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu,
turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan
datang.[7]
Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan social- budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.
Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan social- budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.
Hal tersebut tidaklah mudah dalam mengkaji tuntutan
masyarakat, terutama karena adanya pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi yang
menyebabkan masyarakat selalu dalam proses perkembangan, sehingga tuntutannya
dari masa ke masa tidak selalu sama.
D.
Landasan Ilmu dan
Teknologi
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang
dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan
mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus
berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin
berkembang.
Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya.Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.[8]
Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya.Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.[8]
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini,
diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat
dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus
dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum
yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan
belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih
dan menilai pengetahuan, serta mengatasi situasi yang ambigu dan antisipatif
terhadap ketidakpastian..
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu
merubah tatanan kehidupan manusia.Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat
mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup
manusia.
E.
Landasan
Organisatoris
Suatu aktivitas dalam mencapai tujuan pendidikan
formal perlu suatu bentk pola yang jelas tentang bahan yang akan disajikan atau
diproseskan kepada peserta didik. Pola atau bentuk bahan yang akan disajikan
inilah yang dimaksud organisasi kurikulum. Organisasi kurikulum adalah suatu
faktor yang penting sekali dalam pengembangan dan pembinaan kurikulum dan
bertalian erat dengan tujuan program pendidikan yang hendak dicapai, karena
bentuk kurikulum menentukan isi bahan pelajaran dan cara menyajikannya.
Landasan ini berpijak pada teori psikologi asosiasi,
yang menganggap keseluruhan adalah jumlah bagian-bagiannya, sehingga menjadikan
kurikulum merupakan mata kuliah yang terpisah-pisah.Kemudian disusul teori
psikologi Gestalt yang menganggap keseluruhan mempengaruhi organisasi kurikulum
yang disusun secara unit tanpa adanya batas-batas antara berbagai mata
pelajaran.[9]
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan
organisatoris adalah:
1.
Tujuan bahan pelajaran
Apakah mengajarkan keterampilan untuk masa sekarang
atau mengajarkan keterampilan untuk keperluan masa depan, apakah untuk
memecahkan masalah, untuk mengembangkan nilai-nilai, untuk mengembangkan ciri
ilmiah, atau untuk memupuk jiwa warga Negara yang baik.
2.
Sasaran bahan pelajaran
Siapakah peserta didiknya?Apakah latar belakang
pendidikan dan pengamalannya?Sampai manakah tingkat perkembangannya?Bagaimana
profil kepribadian dan motivasinya?
3.
Pengorganisasian bahan
Bagaimana pelajaran diorganisir, apakah berdasarkan
topic, konsep kronologi atau yang lainnya? Apakah jenis organisasi kurikulum yang
dipakai apakah separated subject curriculum atau correlated
curriculum atau integrated curriculum?[10]
Apabila mengikuti model separated subject
curriculum, maka mata pelajaran yang disajikan secara terpisah-pisah
seperti Nahwu, Sharaf, Muthala’ah, Muhadatsah, Khithabah dan seterusnya.
Apabila mengikuti model correlated curriculum, maka bisa dalam bentuk
penggabungan mata pelajaran yang tersebut di atas menjadi Bahasa Arab, atau
penggabungan antara al-Qur’an al-Hadits, Aqidah Akhlak, Sejarah Islam, Fiqih menjadi
Pendidikan Agama Islam (PAI) atau memilih tema tertentu yang dibahas dalam
perspektif ilmu tertentu. Apabila mengikuti model integrated curriculum,
maka dalam prakteknya menghilangkan batasan-batasan mata pelajaran dengan
menentukan topik bahasan untuk memecahkan permasalahan tersebut. Semua model
organisasi kurikulum tersebut tentu memiliki kelebihan disamping kelemahan
masing-masing.Tetapi suatu sekolah dapat mengadopsi dan menggabungkan semua
model tersebut, untuk mengeliminir kelemahan atau kekurangan yang ada pada satu
model, sehingga menjadi suatu bentuk kurikulum komprehesif, yang diharapkan
semua pihak.
Pemahaman terhadap landasan-landasan tersebut bagi
para pengembang kurikulum sangat penting dan amat dibutuhkan untuk dapat
menghasilkan suatu bentuk kurikulum ideal yang diharapkan oleh semua pihak.
Pertama kurikulum harus sesuai dengan falsafah bangsa, yaitu Pancasila, relevan
dengan kebutuhan, minat, psikologi belajar dan psikologi perkembangan anak,
sesuai dengan kondisi social masyarakat dan keanekaragaman budaya
(multikultural) serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
memilih organisasi kurikulum yang sesuai dengan latar belakang anak, materi
pelajaran, dan jenjang atau jenis pendidikan tertentu. Dalam hal ini,
Adiwikarta mengingatkan para pengembang kurikulum harus mempertimbangkan tiga
hal, yaitu kekinian dan kedisinian, kemasadepanan dan kepentingan satuan
pendidikan.[11]
Kurikulum yang dikembangkan harus aktual dan tidak
ketinggalan jaman serta relevan dengan kondisi masyarakat sekitar. Mampu
mengantisipasi tantangan masa depan yang kompetitif-global serta menjamin
kepentingan dan mendukung keberlangsungan lembaga pendidikan untuk memenuhi
kebutuhan pengguna lulusan (stake holders).
[1]
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997), h. 39
[2]
Yahya Nursidik,“Landasan Pengembangan Kurikulum” dalam http://apadefinisinya.
blogspot.com/2008/09/landasan-pengembangan-kurikulum.html,diaskes
tanggal 25 April 2010.
[3]Akhmad Sudrajat, “Landasan Kurikulum” dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/
2008/01/22/landasan-kurikulum/, diakses tanggal 25 April 2010.
[4]Sukmadinata,
Pengembangan Kurikulum …, h. 46
[5]Sudrajat,
“Landasan Kurikulum” ..., diakses tanggal 25 April 2010.
[6]Nursidik,“Landasan
Pengembangan …, diakses tanggal 25 April
2010.
[7]
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum …, h. 60
[8]Sudrajat,
“Landasan Kurikulum” ..., diakses tanggal 25 April 2010
[9]
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:
Kencana, 2006), h.131
[10]
Zaini, Pengembangan Kurikulum …, h. 47-48
[11]
S. Adiwikarta, Kurikulum untuk Abad ke-21, (Jakarta: Grasindo, 1994), h.
101
0 komentar:
Posting Komentar