A. Pengertian KTSP
Kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat
satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan,
kalender pendidikan, dan silabus.[1] Jadi yang
dinamakan KTSP adalah kurikulum berbasis kompetensi yang dilaksanakan dan
dioperasionalkan di masing-masing satuan pendidikan.
Menurut analisis Yamin, kurikulum ini
termasuk dalam kurikulum yang berbasis life skill yang dilaksanakan di masing-masing-masing
satuan pendidikan.[2] Kurikulum ini
berpijak dari kurikulum berbasis kompetensi, hanya saja masing-masing satuan
pendidikan mempunyai kewenangan mengembangkan isi kurikulum tersebut sesuai
dengan kebutuhan atau stakeholders yang ada di daerahnya. Dengan adanya
kurikulum ini, wajar apabila antara sekolah satu dengan sekolah lainnya tidak
sama strukturnya atau madrasah satu dengan madrasah lainnya berbeda isi dan
standarnya.
B. Perbedaan KTSP
dengan Kurikulum 1994
Perbedaan KTSP dengan kurikulum 1994
minimal ada tiga hal yang mendasar, yaitu:
1. Aspek
kewenangan pengembangan: KTSP: pusat hanya mengembangkan kompetensi sebagai
standar sedangkan elaborasi kompetensi diserahkan daerah/madrasah dalam bentuk
silabus. Kurikulum 1994: seluruhnya berada di tangan pusat dan daerah hanya
kebagian pengembangan kurikulum lokal dengan porsi 80% pusat dan 20% daerah.
2. Aspek
pendekatan pembelajaran; KTSP: berbasis kompetensi. Kurikulum 1994: sebagian
besar berbasis konten/isi.
3. Penataan
konten: KTSP: terjadi penataan materi, jam belajar, dan struktur program.
Kurikulum 1994: tidak terjadi penataan materi, jam belajar, dan struktur
program.[3]
Karena KTSP itu sebenarnya adalah KBK
yang diaplikasikan dalam masing-masing satuan pendidikan, maka penulis juga
akan menjelaskan perbedaan KBK dengan Kurikulum 1994, agar pembaca mempunyai
gambaran yang lebih jelas. Perbedaan itu sebagaimana dikemukakan oleh Mulyasa
ada 9 macam, antara lain:[4]
1. Kurikulum
1994: menggunakan pendekatan penguasaan ilmu pengetahuan, yang menekankan pada
isi atau materi berupa pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi yang diambil dari
bidang-bidang ilmu pengetahuan. KBK: menggunakan pendekatan kompetensi yang
menekankan pada pemahaman, kemampuan atau kompetensi tertentu di sekolah yang
berkaitan dengan pekerjaan yang ada di masyarakat.
2. Kurikulum
1994: standar akademis yang diterapkan secara seragam bagi setiap peserta
didik. KBK: standar kompetensi yang memperhatikan perbedaan individu, baik
kemampuan, kecepatan belajar maupun konteks sosial budaya.
3. Kurikulum
1994: berbasis konten, sehingga peserta didik dipandang sebagai kertas putih
yang perlu ditulisi dengan sejumlah ilmu pengetahuan (transfer of knowledge).
KBK: berbasis kompetensi, sehingga peserta didik berada dalam proses
perkembangan yang berkelanjutan dari seluruh aspek kepribadian, sebagai
pemekaran terhadap potensi-potensi bawaan sesuai dengan kesempatan belajar yang
ada dan diberikan oleh lingkungan.
4. Kurikulum
1994: pengembangan kurikulum dilakukan secara sentralisasi, sehingga Depdiknas
memonopoli pengembangan ide dan konsepsi kurikulum. KBK: pengembangan kurikulum
dilakukan secara desentralisasi sehingga pemerintah dan masyarakat bersama-sama
menentukan standar pendidikan yang dituangkan dalam kurikulum.
5. Kurikulum
1994: materi yang dikembangkan dan diajarkan di sekolah sering kali tidak
sesuai dengan potensi sekolah, kebutuhan dan kemampuan peserta didik, serta
kebutuhan masyarakat sekitar sekolah. KBK: sekolah diberi keleluasaan untuk
menyusun dan mengembangkan silabus mata pelajaran sehingga dapat mengakomodasi
potensi sekolah, kebutuhan dan kemampuan peserta didik, serta kebutuhan
masyarakat sekitar sekolah.
6. Kurikulum
1994: guru merupakan kurikulum yang menentukan segala sesuatu yang terjadi di
dalam kelas. KBK: guru sebagai fasilitator yang bertugas mengondisikan
lingkungan untuk memberikan kemudahan belajar peserta didik.
7. Kurikulum
1994: pengetahuan, ketrampilan dan sikap dikembangkan melalui latihan seperti
latihan mengerjakan soal. KBK: pengetahuan, ketrampilan dan sikap dikembangkan
berdasarkan pemahaman yang akan membentuk kompetensi individual.
8. Kurikulum
1994: pembelajaran cenderung hanya dilakukan di dalam kelas atau dibatasi oleh
empat dinding kelas. KBK: pembelajaran yang dilakukan mendorong terjadinya
kerja sama antara sekolah, masyarakat dan dunia kerja dalam membentuk
kepribadian kompetensi peserta didik.
9. Kurikulum
1994: evaluasi nasional tidak dapat menyentuh aspek-aspek kepribadian peserta
didik. KBK:
evaluasi berbasis kelas yang menekankan pada proses dan hasil belajar.
C. Prinsip-Prinsip
KTSP di Madrasah
KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap
kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas
pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar
dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan
SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP,
serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk
pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi,
dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun
oleh BSNP.
Pada dasarnya KTSP dikembangkan di madrasah
didasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan,
dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa
peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut
pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan,
kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki
posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.
2.
Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan
keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis
pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama,
suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum
meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan
pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan
kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
3.
Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran
bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh
karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta
didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni.
4.
Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan
melibatkan pemangku
kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan
kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan
kemasyarakatan, dunia usaha dan
dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan
berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan
vokasional merupakan keniscayaan.
5.
Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi,
bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan
secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
6.
Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan,
pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal,
nonformal, dan informal dengan
memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah
pengembangan manusia seutuhnya.
7.
Seimbang antara kepentingan nasional dan
kepentingan daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan
kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan
daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal
Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).[5]
Demikian prinsip-prinsip penyusunan dan pengembangan KTSP yang harus
diperhatikan oleh setiap satuan pendidikan baik sekolah maupun madrasah.
D. Acuan
Operasional Penyusunan KTSP di Madrasah
KTSP disusun dengan memperhatikan hal-hal sebagai
berikut.
1.
Peningkatan iman
dan takwa serta akhlak mulia
Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum
disusun yang memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman
dan takwa serta akhlak mulia.
2.
Peningkatan
potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kemampuan peserta didik
Pendidikan merupakan proses sistematik untuk meningkatkan
martabat manusia secara holistik yang memungkinkan potensi diri (afektif,
kognitif, psikomotor) berkembang secara optimal. Sejalan dengan itu, kurikulum disusun dengan memperhatikan
potensi, tingkat perkembangan, minat, kecerdasan intelektual, emosional dan
sosial, spritual, dan kinestetik peserta didik.
3.
Keragaman
potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan
Daerah memiliki potensi, kebutuhan, tantangan, dan
keragaman karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan
sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh
karena itu, kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan
lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah.
4.
Tuntutan
pembangunan daerah dan nasional
Dalam era otonomi dan desentralisasi untuk mewujudkan pendidikan yang
otonom dan demokratis perlu memperhatikan keragaman dan mendorong partisipasi
masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan nasional. Untuk itu, keduanya
harus ditampung secara berimbang dan saling mengisi.
5.
Tuntutan dunia kerja
Kegiatan pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh
kembangnya pribadi peserta didik yang berjiwa kewirausahaan dan mempunyai
kecakapan hidup. Oleh sebab itu, kurikulum perlu memuat kecakapan hidup untuk
membekali peserta didik memasuki dunia kerja. Hal ini sangat penting terutama
bagi satuan pendidikan kejuruan dan
peserta didik yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
6.
Perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Pendidikan perlu mengantisipasi dampak global yang
membawa masyarakat berbasis pengetahuan di mana IPTEKS sangat berperan sebagai
penggerak utama perubahan. Pendidikan harus terus menerus melakukan adaptasi dan
penyesuaian perkembangan IPTEKS sehingga tetap relevan dan kontekstual dengan
perubahan. Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan
berkesinambungan sejalan dengan perkembangan Ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni.
7.
Agama
Kurikulum harus dikembangkan untuk mendukung peningkatan
iman dan taqwa serta akhlak mulia dengan tetap memelihara toleransi dan
kerukunan umat beragama. Oleh karena itu, muatan kurikulum semua mata pelajaran
harus ikut mendukung peningkatan iman, taqwa dan akhlak mulia.
8.
Dinamika
perkembangan global
Pendidikan harus menciptakan kemandirian, baik pada
individu maupun bangsa, yang sangat penting ketika dunia digerakkan oleh pasar
bebas. Pergaulan antarbangsa yang semakin dekat memerlukan individu yang mandiri
dan mampu bersaing serta mempunyai kemampuan untuk hidup berdampingan dengan
suku dan bangsa lain.
9.
Persatuan
nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Pendidikan diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan peserta
didik yang menjadi landasan penting bagi upaya memelihara persatuan dan
kesatuan bangsa dalam kerangka NKRI. Oleh karena itu, kurikulum harus mendorong
berkembangnya wawasan dan sikap kebangsaan serta persatuan nasional untuk
memperkuat keutuhan bangsa dalam wilayah
NKRI.
10.
Kondisi sosial
budaya masyarakat setempat
Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan
karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian
keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat harus terlebih
dahulu ditumbuhkan sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain.
11. Kesetaraan Jender
Kurikulum harus diarahkan kepada terciptanya pendidikan
yang berkeadilan dan memperhatikan kesetaraan jender.
12. Karakteristik
satuan pendidikan
Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi,
tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan.[6]
E. Struktur
dan Muatan KTSP
Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah yang tertuang dalam SI meliputi lima kelompok mata pelajaran
sebagai berikut.
(1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
(2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian
(3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
(4) Kelompok mata pelajaran estetika
(5) Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan
kesehatan
Kelompok mata pelajaran tersebut dilaksanakan
melalui muatan dan/atau kegiatan pembelajaran sebagaimana diuraikan dalam PP
19/2005 Pasal 7. Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan
kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan.
Di samping itu materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri termasuk ke
dalam isi kurikulum.
1. Mata pelajaran
Mata pelajaran
beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan pendidikan berpedoman
pada struktur kurikulum yang tercantum dalam SI.
2. Muatan Lokal
Muatan lokal
merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan
dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya
tidak sesuai menjadi bagian dari mata pelajaran lain dan atau terlalu banyak
sehingga harus menjadi mata pelajaran tersendiri. Substansi muatan lokal
ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran
keterampilan. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan
harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis
muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan
satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satua
tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal.
3. Kegiatan Pengembangan Diri
Pengembangan diri
adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat,
setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri
difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan
yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan
pengembangan diri dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan pelayanan
konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial,
belajar, dan pengembangan karier peserta didik serta kegiatan keparamukaan,
kepemimpinan, dan kelompok ilmiah remaja.
Khusus untuk
sekolah menengah kejuruan pengembangan diri terutama ditujukan untuk
pengembangan kreativitas dan bimbingan karier.
Pengembangan diri
untuk satuan pendidikan khusus menekankan pada peningkatan kecakapan hidup dan
kemandirian sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.
Pengembangan diri
bukan merupakan mata pelajaran. Penilaian kegiatan pengembangan diri dilakukan
secara kualitatif, tidak kuantitatif seperti pada mata pelajaran.
4. Pengaturan Beban Belajar
a. Beban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan
pendidikan MI, MTs/ baik kategori standar maupun mandiri, MA/ MAK kategori
standar.
Beban belajar
dalam sistem kredit semester (SKS) dapat digunakan oleh MTs kategori mandiri,
dan oleh MA/ MAK kategori standar.
Beban belajar
dalam sistem kredit semester (SKS) digunakan oleh MA/ MAK kategori mandiri.
b. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket
dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Pengaturan alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran
yang terdapat pada semester ganjil dan genap dalam satu tahun ajaran dapat
dilakukan secara fleksibel dengan jumlah beban belajar yang tetap. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah
maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam
pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai
kompetensi, di samping dimanfaatkan untuk mata pelajaran lain yang dianggap
penting dan tidak terdapat di dalam struktur kurikulum yang tercantum di dalam
Standar Isi.
c. Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak
terstruktur dalam sistem paket untuk MI 0% - 40%, MTs 0% - 50% dan MA/ MAK 0%
- 60% dari waktu kegiatan tatap muka
mata pelajaran yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu tersebut
mempertimbangkan potensi dan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
d. Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah setara
dengan satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara dengan
satu jam tatap muka.
e. Alokasi waktu untuk tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan
mandiri tidak terstruktur untuk MTs dan MA/MAK yang menggunakan sistem SKS
mengikuti aturan sebagai berikut.
(1)
Satu SKS pada MTs terdiri atas: 40 menit tatap
muka, 20 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak
terstruktur.
(2)
Satu SKS pada MA/MAK terdiri atas: 45 menit tatap
muka, 25 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak
terstruktur.
5. Ketuntasan Belajar
Ketuntasan belajar
setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar
antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%.
Satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan
mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan
sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Satuan pendidikan
diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus menerus untuk
mencapai kriteria ketuntasan ideal.
6. Kenaikan Kelas dan Kelulusan
Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran. Kriteria
kenaikan kelas diatur oleh masing-masing direktorat teknis terkait.
Sesuai dengan ketentuan PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1), peserta didik
dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah
setelah:
a. menyelesaikan seluruh program
pembelajaran;
b. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian
akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak
mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran
estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan;
c. lulus
ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi; dan
d. lulus Ujian Nasional.
7. Penjurusan
Penjurusan dilakukan pada kelas XI dan XII di MA. Kriteria penjurusan
diatur oleh direktorat teknis terkait.
8. Pendidikan Kecakapan Hidup
a
Kurikulum untuk MI, MTs, MA/MAK dapat memasukkan
pendidikan kecakapan hidup, yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial,
kecakapan akademik dan/atau kecakapan vokasional.
b
Pendidikan kecakapan hidup dapat merupakan bagian
integral dari pendidikan semua mata pelajaran dan/atau berupa paket/modul yang
direncanakan secara khusus.
c
Pendidikan kecakapan hidup dapat diperoleh peserta
didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan dan/atau dari satuan pendidikan
formal lain dan/atau nonformal.
9. Pendidikan Berbasis Keunggulan
Lokal dan Global
a
Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global
adalah pendidikan yang memanfaatkan keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing
global dalam aspek ekonomi, budaya,
bahasa, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain, yang
semuanya bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik.
b
Kurikulum untuk semua tingkat satuan pendidikan
dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
c
Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global
dapat merupakan bagian dari semua mata pelajaran dan juga dapat menjadi mata
pelajaran muatan lokal.
d
Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat
diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal
yang sudah memperoleh akreditasi.[7]
[1]
BSNP, Panduan Penyusunan ..,
5.
[2] Martinis Yamin, Profesionalisasi
Guru & Implementasi KTSP, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), 65
[3]
Muhammad Joko Susilo, Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan: Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah
Menyongsongnya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 102.
[4] E.Mulyasa, Kurikulum Berbasis
Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2002).
[5] BSNP, Panduan Penyusunan...,
7-10.
[6] Ibid.,
5-7
0 komentar:
Posting Komentar