Selasa, 17 Juli 2012

KTSP


A.     Pengertian KTSP
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.[1] Jadi yang dinamakan KTSP adalah kurikulum berbasis kompetensi yang dilaksanakan dan dioperasionalkan di masing-masing satuan pendidikan.
Menurut analisis Yamin, kurikulum ini termasuk dalam kurikulum yang berbasis life skill yang dilaksanakan di masing-masing-masing satuan pendidikan.[2] Kurikulum ini berpijak dari kurikulum berbasis kompetensi, hanya saja masing-masing satuan pendidikan mempunyai kewenangan mengembangkan isi kurikulum tersebut sesuai dengan kebutuhan atau stakeholders yang ada di daerahnya. Dengan adanya kurikulum ini, wajar apabila antara sekolah satu dengan sekolah lainnya tidak sama strukturnya atau madrasah satu dengan madrasah lainnya berbeda isi dan standarnya.

B.     Perbedaan KTSP dengan Kurikulum 1994
Perbedaan KTSP dengan kurikulum 1994 minimal ada tiga hal yang mendasar, yaitu:
1.      Aspek kewenangan pengembangan: KTSP: pusat hanya mengembangkan kompetensi sebagai standar sedangkan elaborasi kompetensi diserahkan daerah/madrasah dalam bentuk silabus. Kurikulum 1994: seluruhnya berada di tangan pusat dan daerah hanya kebagian pengembangan kurikulum lokal dengan porsi 80% pusat dan 20% daerah.
2.      Aspek pendekatan pembelajaran; KTSP: berbasis kompetensi. Kurikulum 1994: sebagian besar berbasis konten/isi.
3.      Penataan konten: KTSP: terjadi penataan materi, jam belajar, dan struktur program. Kurikulum 1994: tidak terjadi penataan materi, jam belajar, dan struktur program.[3]
Karena KTSP itu sebenarnya adalah KBK yang diaplikasikan dalam masing-masing satuan pendidikan, maka penulis juga akan menjelaskan perbedaan KBK dengan Kurikulum 1994, agar pembaca mempunyai gambaran yang lebih jelas. Perbedaan itu sebagaimana dikemukakan oleh Mulyasa ada 9 macam, antara lain:[4]
1.      Kurikulum 1994: menggunakan pendekatan penguasaan ilmu pengetahuan, yang menekankan pada isi  atau materi berupa pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi yang diambil dari bidang-bidang ilmu pengetahuan. KBK: menggunakan pendekatan kompetensi yang menekankan pada pemahaman, kemampuan atau kompetensi tertentu di sekolah yang berkaitan dengan pekerjaan yang ada di masyarakat.
2.      Kurikulum 1994: standar akademis yang diterapkan secara seragam bagi setiap peserta didik. KBK: standar kompetensi yang memperhatikan perbedaan individu, baik kemampuan, kecepatan belajar maupun konteks sosial budaya.
3.      Kurikulum 1994: berbasis konten, sehingga peserta didik dipandang sebagai kertas putih yang perlu ditulisi dengan sejumlah ilmu pengetahuan (transfer of knowledge). KBK: berbasis kompetensi, sehingga peserta didik berada dalam proses perkembangan yang berkelanjutan dari seluruh aspek kepribadian, sebagai pemekaran terhadap potensi-potensi bawaan sesuai dengan kesempatan belajar yang ada dan diberikan oleh lingkungan.
4.      Kurikulum 1994: pengembangan kurikulum dilakukan secara sentralisasi, sehingga Depdiknas memonopoli pengembangan ide dan konsepsi kurikulum. KBK: pengembangan kurikulum dilakukan secara desentralisasi sehingga pemerintah dan masyarakat bersama-sama menentukan standar pendidikan yang dituangkan dalam kurikulum.
5.      Kurikulum 1994: materi yang dikembangkan dan diajarkan di sekolah sering kali tidak sesuai dengan potensi sekolah, kebutuhan dan kemampuan peserta didik, serta kebutuhan masyarakat sekitar sekolah. KBK: sekolah diberi keleluasaan untuk menyusun dan mengembangkan silabus mata pelajaran sehingga dapat mengakomodasi potensi sekolah, kebutuhan dan kemampuan peserta didik, serta kebutuhan masyarakat sekitar sekolah.
6.      Kurikulum 1994: guru merupakan kurikulum yang menentukan segala sesuatu yang terjadi di dalam kelas. KBK: guru sebagai fasilitator yang bertugas mengondisikan lingkungan untuk memberikan kemudahan belajar peserta didik.
7.      Kurikulum 1994: pengetahuan, ketrampilan dan sikap dikembangkan melalui latihan seperti latihan mengerjakan soal. KBK: pengetahuan, ketrampilan dan sikap dikembangkan berdasarkan pemahaman yang akan membentuk kompetensi individual.
8.      Kurikulum 1994: pembelajaran cenderung hanya dilakukan di dalam kelas atau dibatasi oleh empat dinding kelas. KBK: pembelajaran yang dilakukan mendorong terjadinya kerja sama antara sekolah, masyarakat dan dunia kerja dalam membentuk kepribadian kompetensi peserta didik.
9.      Kurikulum 1994: evaluasi nasional tidak dapat menyentuh aspek-aspek kepribadian peserta didik. KBK: evaluasi berbasis kelas yang menekankan pada proses dan hasil belajar.


C.     Prinsip-Prinsip KTSP di Madrasah
KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP.
Pada dasarnya KTSP dikembangkan di madrasah didasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
                     1.         Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.
                     2.         Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
                     3.         Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
                     4.         Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan   melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan  kemasyarakatan, dunia usaha dan  dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi,  keterampilan  berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
                     5.         Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi,   bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
                     6.         Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal  dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
                     7.         Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).[5]
Demikian prinsip-prinsip penyusunan dan pengembangan KTSP yang harus diperhatikan oleh setiap satuan pendidikan baik sekolah maupun madrasah.

D.     Acuan Operasional Penyusunan KTSP di Madrasah
KTSP disusun dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1.            Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia
Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun yang memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia.
2.            Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik
Pendidikan merupakan proses sistematik untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif, psikomotor) berkembang secara optimal. Sejalan dengan itu,  kurikulum disusun dengan memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat, kecerdasan intelektual, emosional dan sosial, spritual, dan kinestetik peserta didik.
3.            Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan
Daerah memiliki potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh karena itu, kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah. 
4.            Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
Dalam era otonomi dan desentralisasi untuk mewujudkan pendidikan yang otonom dan demokratis perlu memperhatikan keragaman dan mendorong partisipasi masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan nasional. Untuk itu, keduanya harus ditampung secara berimbang dan saling mengisi.
5.            Tuntutan dunia kerja
Kegiatan pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh kembangnya pribadi peserta didik yang berjiwa kewirausahaan dan mempunyai kecakapan hidup. Oleh sebab itu, kurikulum perlu memuat kecakapan hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia kerja. Hal ini sangat penting terutama bagi satuan pendidikan kejuruan  dan peserta didik yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
6.            Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Pendidikan perlu mengantisipasi dampak global yang membawa masyarakat berbasis pengetahuan di mana IPTEKS sangat berperan sebagai penggerak utama perubahan. Pendidikan harus terus menerus melakukan adaptasi dan penyesuaian perkembangan IPTEKS sehingga tetap relevan dan kontekstual dengan perubahan. Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. 
7.            Agama
Kurikulum harus dikembangkan untuk mendukung peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia dengan tetap memelihara toleransi dan kerukunan umat beragama. Oleh karena itu, muatan kurikulum semua mata pelajaran harus ikut mendukung peningkatan iman, taqwa dan akhlak mulia.
8.            Dinamika perkembangan global
Pendidikan harus menciptakan kemandirian, baik pada individu maupun bangsa, yang sangat penting ketika dunia digerakkan oleh pasar bebas. Pergaulan antarbangsa yang semakin dekat memerlukan individu yang mandiri dan mampu bersaing serta mempunyai kemampuan untuk hidup berdampingan dengan suku dan bangsa lain.
9.            Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Pendidikan diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan peserta didik yang menjadi landasan penting bagi upaya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka NKRI. Oleh karena itu, kurikulum harus mendorong berkembangnya wawasan dan sikap kebangsaan serta persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam  wilayah NKRI.
10.        Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat harus terlebih dahulu ditumbuhkan sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain.

11.   Kesetaraan Jender
Kurikulum harus diarahkan kepada terciptanya pendidikan yang berkeadilan dan memperhatikan kesetaraan jender.
12.     Karakteristik satuan pendidikan
Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan.[6]

E.     Struktur dan Muatan KTSP
Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang tertuang dalam SI meliputi lima kelompok mata pelajaran sebagai berikut.
(1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia 
(2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
(3) Kelompok mata pelajaran  ilmu pengetahuan dan teknologi
(4) Kelompok mata pelajaran estetika
(5) Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan
Kelompok mata pelajaran tersebut dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pembelajaran sebagaimana diuraikan dalam PP 19/2005 Pasal 7. Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan. Di samping itu materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum.
1.  Mata pelajaran
Mata pelajaran beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan pendidikan berpedoman pada struktur kurikulum yang tercantum dalam SI.
2.  Muatan Lokal
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak sesuai menjadi bagian dari mata pelajaran lain dan atau terlalu banyak sehingga harus menjadi mata pelajaran tersendiri. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satua tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal.
3.  Kegiatan Pengembangan Diri
Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik serta kegiatan keparamukaan, kepemimpinan, dan kelompok ilmiah remaja.
Khusus untuk sekolah menengah kejuruan pengembangan diri terutama ditujukan untuk pengembangan kreativitas dan bimbingan karier.
Pengembangan diri untuk satuan pendidikan khusus menekankan pada peningkatan kecakapan hidup dan kemandirian sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran. Penilaian kegiatan pengembangan diri dilakukan secara kualitatif, tidak kuantitatif seperti pada mata pelajaran.
4.  Pengaturan Beban Belajar
a. Beban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan pendidikan MI, MTs/ baik kategori standar maupun mandiri, MA/ MAK kategori standar.
Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) dapat digunakan oleh MTs kategori mandiri, dan oleh MA/ MAK kategori standar.
Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) digunakan oleh MA/ MAK kategori mandiri.
b. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Pengaturan  alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran yang terdapat pada semester ganjil dan genap dalam satu tahun ajaran dapat dilakukan secara fleksibel dengan jumlah beban belajar yang tetap. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi, di samping dimanfaatkan untuk mata pelajaran lain yang dianggap penting dan tidak terdapat di dalam struktur kurikulum yang tercantum di dalam Standar Isi.
c. Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur dalam sistem paket untuk MI 0% - 40%, MTs 0% - 50% dan MA/ MAK 0% -  60% dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan potensi dan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
d. Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah setara dengan satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara dengan satu jam tatap muka.
e. Alokasi waktu untuk tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur untuk MTs dan MA/MAK yang menggunakan sistem SKS mengikuti aturan sebagai berikut.
(1)   Satu SKS pada MTs terdiri atas: 40 menit tatap muka, 20 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.  
(2)   Satu SKS pada MA/MAK terdiri atas: 45 menit tatap muka, 25 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.  
5. Ketuntasan Belajar
Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.
6. Kenaikan Kelas dan Kelulusan
Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran. Kriteria kenaikan kelas diatur oleh masing-masing direktorat teknis terkait.
Sesuai dengan ketentuan PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1), peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah:
a.  menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
b. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan;
c.  lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
d.  lulus Ujian Nasional. 
7. Penjurusan
Penjurusan dilakukan pada kelas XI dan XII di MA. Kriteria penjurusan diatur oleh direktorat teknis terkait.
8.  Pendidikan Kecakapan Hidup
a         Kurikulum untuk MI, MTs, MA/MAK dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup, yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik dan/atau kecakapan vokasional.
b        Pendidikan kecakapan hidup dapat merupakan bagian integral dari pendidikan semua mata pelajaran dan/atau berupa paket/modul yang direncanakan secara khusus.
c         Pendidikan kecakapan hidup dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan dan/atau dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal.
9.  Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
a         Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global adalah pendidikan yang memanfaatkan keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing global dalam  aspek ekonomi, budaya, bahasa, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain, yang semuanya bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik.
b        Kurikulum untuk semua tingkat satuan pendidikan dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
c         Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat merupakan bagian dari semua mata pelajaran dan juga dapat menjadi mata pelajaran muatan lokal.
d        Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.[7]


[1] BSNP, Panduan Penyusunan .., 5.
[2] Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru & Implementasi KTSP, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), 65
[3] Muhammad Joko Susilo, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 102.
[4] E.Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002).
[5] BSNP, Panduan Penyusunan..., 7-10.
[6] Ibid., 5-7
[7] Ibid., 10-14

0 komentar:

Posting Komentar