A. Pendekatan Kurikulum Subjek
Akademis
Model kurikulum ini adalah model yang
tertua, sejarah yang pertama berdiri, kurikulumnya mirip dengan tipe ini.
Sampai sekarang, walaupun telah berkembang tipe-tipe lain, umumnya sekolah
tidak dapat melepaskan tipe ini. Kurikulum subjek akademis bersumber dai
pendidikan klasik parenialisme dan esensialisme yang berorientasi pada masa
lalu. Semua ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang telah ditemukan oleh pemikir
masa lalu. Fungsi pendidikan adalah memelihara dan mewariskan hasil-hasil
budaya masa lalu tersebut. Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan.
Belajar adalah berusaha menguasai ilmu sebanyak-banyaknya. Orang yang berhasil
dalam belajar adalah orang yang menguasai seluruh atau sebagian besar isi
pendidikan yang diberikan atau disiapkan oleh guru.
Isi pendidikan diambil dari setiap
disiplin ilmu. Sesuai dengan bidang disiplinnya para ahli, masing-masing telah
mengembangkan ilmu secara sistematis, logis dan solid. Para pengembang
kurikulum tidak perlu susah-susah menyusun dan mengembangkan bahan sendiri.
Mereka tinggal memilih bahan materi ilmu yang telah dikembangkan para ahli
disiplin ilmu, kemudian mengorganisasinya secara sistematis, sesuai dengan
tujuan pendidikan dan tahap perkembangan siswa yang akan mempelajarinya. Guru
sebagai penyampai bahan ajar memegang peranan penting. Mereka harus menguasai
semua pengetahuan yang ada dalam kurikulum. Ia harus menjadi ahli dalam
bidang-bidang studi yang diajarkannya. Lebih jauh guru dituntut bukan hanya menguasai materi
pendidikan, tetapi ia juga menjadi model bagi para siswanya.[1]
Karena kurikulum ini sangat
mengutamakan pengetahuan maka pendidikannya lebih bersifat intelektual.
Nama-nama mata pelajaran yang menjadi isi kurikulum hampir sama dengan nama
disiplin ilmu, seperti bahasa dan sastra, geografi, matematika dan sebagainya.
Kurikulum subjek akademis tidak berarti hanya menekankan pada materi yang
disampaikan dalam perkembangannya secara berangsur-angsur memperhatikan proses
belajar yang dilakukan siswa. Proses belajar yang dipilih sangat bergantung
pada segi apa yang dipentingkan dalam materi pelajaran tersebut.
Pendekatan subjek akademis dalam
menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi
disiplin ilmu masing-masing. Setiap ilmu pengetahuan memiliki sistematisasi
tertentu yang berbeda dengan sistematisasi ilmu lainnya. Pengembangan kurikulum
subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran
atau mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk
persiapan pengembangan disiplin ilmu.[2]
Menurut Sukamadinata, salah satu
contoh kurikulum yang berdasarkan struktur ini adalah MACOS, yang merupakan
kurikulum sekolah dasar, terdiri atas buku-buku, film, poster, rekaman,
permainan, dan perlengkapan kelas lainnya. Kurikulum ini ditujukan untuk
mengadakan penyempurnaan tentang pengajaran ilmu sosial dan humanitas dengan
pengarahan dan bimbingan Bruner.[3]
Para pengembang kurikulum mengharapkan
anak-anak dapat menggali faktor-faktor penting yang akan menjadikan manusia
sebagai manusia. Melalui perbandingan dengan binatang, anak mengetahui keadaan
biologis manusia. Dengan membandingkan manusia dari suatu masyarakat dengan
masyarakat lainnya, anak-anak akan mempelajari aspek-aspek universal dari
kebudayaan manusia.
Terdapat tiga pendekatan dalam
perkembangan kurikulum subjek akademis. Pendekatan pertama, melanjutkan
pendekatan struktur pengetahuan. Murid-murid belajar bagaimana memperoleh dan menguji
fakta-fakta dan bukan sekedar mengingat-ingatnya. Pendekatan kedua, adalah
studi yang bersifat integratif. Pendekatan ini merupakan respons terhadap
perkembangan masyarakat yang menuntut model-model pengetahuan yang lebih
komprehensif-terpadu. Pelajaran tersusun atas satuan-satuan pelajaran, dalam
satuan-satuan pelajaran tersebut batas-batas ilmu menjadi hilang.
Pengorganisasian tema-tema pengajaran didasarkan atas fenomena-fenomena alam,
proses kerja ilmiah, dan problema-problema yang ada. ada beberapa ciri model
kurikulum yang dikembangkan.
1. Menentukan
tema-tema yang membentuk satu kesatuan yang dapat terdiri atas ide atau konsep
besar yang dapat mencakup semua ilmu atau suatu proses kerja ilmu, fenomena alam,
atau masalah sosial yang membutuhkan pemecahan secara ilmiah.
2. Menyatukan
kegiatan belajar dari beberapa disiplin ilmu. Kegiatan belajar melibatkan isi
dan proses dari satu atau beberapa ilmu sosial atau perilaku yang mempunyai
hubungan dengan tema yang dipilih/dikerjakan.
3. Menyatukan
berbagai cara/metode belajar. kegiatan belajar ditekankan pada pengalaman
konkrit yang bertolak dari minat dan kebutuhan murid serta disesuaikan dengan
keadaan setempat.
Pendekatan ketiga adalah pendekatan
yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamentalis. Mereka tetap mengajar
berdasarkan mata pelajaran dengan menekankan membaca, menulis dan memecahkan
masalah-masalah matematis. Pelajaran-pelajaran lain seperti ilmu kealaman, ilmu
sosial dan lain-lain dipelajari tanpa
dihubungkan dengan kebutuhan praktis pemecahan masalah dalam kehidupan.[4]
Jadi pendekatan subjek akademis adalah
pendekatan pengembangan kurikulum yang menitiktekankan pada struktur ilmu dan
sistematisasinya. Walaupun pendekatan ini mempunyai berbagai cabang pendekatan,
namun intinya tetap sama, yaitu mengembangkan kurikulum dengan terlebih dahulu
menetapkan mata pelajaran yang harus dipelajari oleh peserta didik.
B. Ciri-Ciri
Kurikulum dengan Pendekatan Subjek Akademis
Kurikulum subjek akademis mempunyai
beberapa ciri berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi isi dan evaluasi. Tujuan
kurikulum subjek akademis ini adalah pemberian pengetahuan yang solid serta
melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses penelitian. Dengan
berpengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu, para siswa diharapkan memiliki
konsep-konsep dan cara-cara yang dapat terus dikembangkan dalam masyarakat yang
lebih luas.[5] Jadi para siswa
harus belajar menggunakan pemikiran dan dapat mengontrol dorongan-dorongannya.
Siswa harus menguasai apa
yang sudah ada, yang berupa khasanah ilmu pengetahuan dari berbagai pakar,
sebagaimana yang tertuang dari buku.
Metode yang paling banyak digunakan dalam
kurikulum dengan pendekatan subjek akademik adalah metode ekspositori dan
inkuiri.[6] Ide-ide
diberikan guru kemudian dielaborasi siswa sampai mereka kuasai. Konsep utama disusun dengan sistematis dan diberi ilustrasi
yang jelas untuk selanjutnya dikaji. Dengan metode yang penulis sebutkan di
atas, diharapkan siswa akan menjadi lebih mengerti tentang materi dan bisa
mengkaji materi juga menemukan solusi atas problematikanya sendiri.
Mengenai isi kurikulum, para siswa
rata-rata mempelajari buku-buku standar yang telah terkodifikasi sejak lama,
atau bahkan kitab-kitab klasik untuk memperkaya pengetahuan, serta memahami
budaya masa lalu dan mengerti keadaan masa kini. Sukamadinata menyebutkan
beberapa pola organisasi kurikulum dengan pendekatan subjek akademis:
·
Correlated Curriculum: pola organisasi materi atau
konsep yang dipelajari dalam suatu pelajaran dikorelasikan dengan pelajaran
lainnya.
·
Unified atau Concentrated Curriculum: pola
organisasi bahan pelajaran tersusun dalam tema-tema pelajaran tertentu, yang
mencakup materi dari berbagai disiplin ilmu.
·
Integrated Curriculum,: tidak adanya warna disiplin
ilmu.
·
Problem Solving curriculum; pola organisasi isi yang
berisi topik pemecahan masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupan dengan
menggunakan pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh dari berbagai mata
pelajaran atau disiplin ilmu.[7]
Tentang masalah evaluasi, kurikulum
dengan pendekatan subjek akademis menggunakan bentuk evaluasi yang bervariasi
disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata pelajaran. Dalam bidang studi
humaniora lebih banyak digunakan bentuk uraian daripada test objektif. Bidang
studi tersebut membutuhkan jawaban yang merefleksikan logika, koherensi dan
integrasi secara menyeluruh. Bidang studi seni yang sifatnya ekspresi
membutuhkan penilaian subjektif yang jujur, di samping standar keindahan dan
cita rasa. Lain halnya dengan matematika, nilai tertinggi diberikan bila siswa
menguasai landasan aksioma serta cara penghitungannya benar. Dalam ilmu
kealaman penghargaan tertinggi bukan hanya diberikan kepada jawaban yang benar
tetapi juga pada proses berpikir yang digunakan siswa.[8]
C. Aplikasi
Pendekatan Subjek Akademis dalam Pengembangan Kurikulum PAI
Pendidikan agama Islm di sekolah meliputi
aspek al-Qur'an/hadits, keimanan, akhlak, ibadah/muamalah, dan tarikh/sejarah
umat Islam. Di madrasah, aspek-aspek tersebut dijadikan sebagai sub-sub mata
pelajaran PAI yang meliputi: mata pelajaran al-Qur'an hadits, fiqih, aqidah
akhlak dan sejarah kebudayaan Islam.
Terdapat kedudukan dan hubungan yang erat
antara mata pelajaran tersebut, yaitu:
al-Qur'an hadits merupakan sumber utama ajaran Islam dalam arti sumber
aqidah, syariah dan akhlak, sehingga kajiannya berada di setiap unsur tersebut.
Aqidah atau keimanan merupakan akar atau pokok agama. Syariah dan akhlak
bertitik tolak dari aqidah, dalam arti sebagai manifestasi dan konsekuensi dari
aqidah. Syariah merupakan sistem norma yang mengatur hubungan manusia dengan
Allah, sesama manusia dan dengan makhluk lainnya. Dalam hubungannya dengan
Allah diatur dalam ibadah dalam arti khas dan dalam hubungannya dengan sesama
manusia dan lainnya diatur dalam muamalah dalam arti luas.
Akhlak merupakan aspek sikap hidup atau
kepribadian hidup manusia, dalam arti bagaimana sistem norma yang mengatur
hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya itu
menjadi sikap hidup dan kepribadian hidup manusia dalam menjalankan sistem
kehidupannya yang dilandasi oleh aqidah yang kokoh. Sedangkan tarikh Islam
merupaan perkembangan perjalanan hidup manusia muslim dari masa ke masa dalam
usaha bersyari'ah dan berakhlak serta dalam mengembangkan sistem kehidupannya
yang dilandasi aqidah.[9]
Pendekatan
subjek akademis dalam menyusun kurikulum PAI dilakukan dengan berdasarkan
sistematisasi disiplin ilmu. Misalnya, untuk aspek keimanan atau mata pelajaran
aqidah menggunakan sistematisasi ilmu tauhid, aspek/mata pelajaran al-qur'an
menggunakan sistematisasi ilmu al-qur'an atau ilmu tafsir, akhlak menggunakan
sistematisasi ilmu akhlak, ibadah/syari'ah/muamalah menggunakan sistematisasi
ilmu fiqih dan tarikh menggunakan sistematisasi ilmu sejarah Islam.
Masing-masing aspek/mata pelajaran tersebut memiliki karakteristik tersendiri,
yang dapat dipergunakan untuk pengembangan disiplin ilmu yang lebih lanjut bagi
para peserta didik yang memiliki minat dibidangnya. Namun demikian, dalam
pembinaannya harus memperhatikan kaitan antara aspek/mata pelajaran yang satu
dengan lainnya.
[1]
Nana Syaodih Sukamadinata, Pengembangan
Kurikulum: Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997),
82.
[2] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,
Madrasah dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: Kencana, 2005), 140.
[5] Ibid.
[6]
Ibid.
[7]
Ibid., 84-85
[8]
Ibid.,85.
[9]
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum…,
142.
0 komentar:
Posting Komentar