A.
Pengertian Desain Kurikulum
Desain biasa diterjemahkan sebagai seni terapan, arsitektur, dan berbagai
pencapaian kreatif lainnya. Dalam sebuah kalimat, kata "desain" bisa digunakan
baik sebagai kata benda maupun kata kerja. Sebagai kata kerja,
"desain" memiliki arti "proses untuk membuat dan menciptakan
obyek baru". Sebagai kata benda, "desain" digunakan untuk
menyebut hasil akhir dari sebuah proses kreatif, baik itu berwujud sebuah
rencana, proposal, atau berbentuk obyek nyata. Dalam kaitannya hal ini di
artikan sebagai proses daripada pelaksanaan atau penerapan model kurkulum dalam
dunia pendidikan[1] Sedangkan kurikulum dapat diartikan sebagai seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu.[2] Mendesain
kurikulum berarti menyusun rancangan atau menyusun model kurikulum sesuai
dengan misi dan visi sekolah[3]
Menurut George
A. Beauchamp ”….Curriculum design may be defined as the substance and
organization of goal and culture content so arranged as to reveal potential
progression through levels of schooling”. (Desain kurikulum bisa
digambarkan sebagai unsur pokok, komponen hasil atau sasaran dan kultur yang
membudaya).[4]
Menurut Oemar
Hamalik pengertian Desain adalah suatu petunjuk yang memberi dasar, arah,
tujuan dan teknik yang ditempuh dalam memulai dan melaksanakan kegiatan. Fred
Percival dan Henry Ellington dalam Hamalik mengemukakan bahwa desain kurikulum
adalah pengembangan proses perencanaan, validasi, implementasi, dan evaluasi
kurikulum.[5]
Dan menurut
Nana S. Sukmadinata desain kurikulum adalah menyangkut pola pengorganisasian
unsur-unsur atau komponen kurikulum. Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat
dari dua dimensi, yaitu dimensi horizontal dan vertikal. Dimensi horizontal
berkenaan dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum. Sedangkan dimensi
vertikal menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasarkan urutan tingkat
kesukaran.[6]
B. Prinsip-Prinsip dalam Mendesain Kurikulum
Saylor dalam
buku Oemar Hamalik mengajukan delapan prinsip ketika akan mendesain kurikulum,
prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Desain
kurikulum harus memudahkan dan mendorong seleksi serta pengembangan semua jenis
pengalaman belajar yang esensial bagi pencapaian prestasi belajar, sesuai
dengan hasil yang diharapkan.
2.
Desain
memuat berbagai pengalaman belajar yang bermakna dalam rangka merealisasikan
tujuan–tujuan pendidikan, khususnya bagi kelompok siswa yang belajar dengan
bimbingan guru;
3.
Desain
harus memungkinkan dan menyediakan peluang bagi guru untuk menggunakan
prinsip-prinsip belajar dalam memilih, membimbing, dan mengembangkan berbagai
kegiatan belajar di sekolah;
4.
Desain
harus memungkinkan guru untuk menyesuaikan pengalaman dengan kebutuhan,
kapasitas, dan tingkat kematangan siswa
5.
Desain
harus mendorong guru mempertimbangkan berbagai pengalaman belajar anak yang
diperoleh diluar sekolah dan mengaitkannya dengan kegiatan belajar di sekolah;
6.
Desain
harus menyediakan pengalaman belajar yang berkesinambungan, agar kegiatan belajar
siswa berkembang sejalan dengan pengalaman terdahulu dan terus berlanjut pada
pengalaman berikutnya;
7.
Kurikulum
harus di desain agar dapat membantu siswa mengembangkan watak, kepribadian,
pengalaman, dan nilai-nilai demokrasi yang menjiwai kultur; dan
8.
Desain
kurikulum harus realistis, layak, dan dapat diterima.[7]
C. Desain Kurikulum Pendidikan Islam
Pada dasarnya desain
kurikulum secara teori dapat dikatakan sama antara kurikulum pendidikan Islam
dengan kurikulum secara Umum. Kemudian yang membedakan hanyalah pada tujuan
yang hendak dicapai masing-masing lembaga.
Dalam kurikulum
nasional (PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan), semua
program belajar sudah baku dan siap untuk digunakan oleh pendidik atau guru.
Kurikulum yang demikian sering bersifat resmi dan dikenal dengan nama ideal curriculum, yakni kurikulum yang
masih berbentuk cita-cita.
Kurikulum yang
masih berbentuk cita-cita tersebut masih perlu dikembangkan menjadi kurikulum
yang berbentuk pelaksanaan, atau sering dikenal dengan actual curriculum, yakni kurikulum yang dilaksanakan oleh pendidik
dalam proses belajar mengajar.
Dalam menyusunatau
mendesain kurikulum (dalam rangka mengembangkan kurikulum) sangatlah tergantung
pada asas organisatoris, yakni bentuk penyajian atau pengimplementasian bahan
pelajaran (organisasi kurikulum). Oleh karena itu, desain pengembangan
kurikulum dalam pendidikan Islam diarahkan bagaimana kurikulum dirancang sesuai
dengan prinsip-prinsip kurikulum perspektif Islam.
Seperti pernyataan
Muhaimin yang dikutip oleh Mujamil, bahwa kurikulum madrasah perlu dikembangkan
secara terpadu dengan menjadikan ajaran dan nilai-nilai agama sebagai petunjuk
dan sumber konsultasi bagi pengembangan berbagai mata pelajaran umum, yang
operasionalnya dapat dikembangkan dengan cara mengimplisitkan ajaran dan
nilai-nilai Islam ke dalam bidang studi IPA, IPS dan sebagainya, sehingga kesan
dikotomis tidak terjadi. Kemudian model pembelajaran bisa dilaksanakan melalui
team teaching, yakni guru bidang studi IPS, IPA dan lainnya bekerja sama dengan
guru PAI dalam menyusun desain pembelajaran secara konkrit dan detail, untuk
diimplementasikan dalam kegiatan
pembelajaran.[8]
Berdasarkan pada apa yang menjadi fokus pengajaran, dikenal beberapa
desain kurikulum, yaitu:[9]
1.
Subject Centered Design
Suatu desain
kurikulum yang berpusat pada bahan ajar. Subject centered design
merupakan bentuk desain yang paling tua dan paling banyak digunakan sampai
sekarang. Kurikulum dipustkan pada isi atau materi yang diajarkan, kurikulum
disusun atas sejumlah mata pelajaran dan diajarkan secara terpisah-pisah (Sapared
subject curriculum). Desain kurikulum ini menekankan pada penguasaan
pengetahuan, isi, nilai-nilai dan warisan budaya masa lalu dan berupaya untuk
diwariskan kepada generasi berikutnya, maka desain ini disebut juga “Subject
Academic Curriculum”.
Sesuai dengan pernyataan Tyler dan Alexander
yang dikutip oleh Soetopo dan Soemanto, menyebutkan bahwa jenis kurikulum ini
digunakan dengan school subject, dan
sejak beberapa abad hingga saat ini pun masih banyak didapatkan di berbagai
lembaga pendidikan. Kurikulum ini terdiri dari beberapa mata pelajaran, yang
tujuan pelajarannya adalah anak didik harus mengusai bahan dari tiap-tiap mata
pelajaran yang telah ditentukan secara logis, sistematis dan mendalam.[10]
Imla’
|
Nahwu
|
Sharaf
|
Khat
|
Muhadatsah
|
Qiraat
|
Balaghah
|
Jika kita
perhatikan gambar di atas, akan tampak dibenak kita bahwa kurikulum mata
pelajaran ini menghendaki anak didik untuk mengambil mata pelajaran yang lebih
banyak. Misalnya, bahasa Arab ada mata pelajaran khat, imla’, qiraat, sharaf,
nahwu, muhadatsah, dan balaghah. Para anak didik dituntut untuk menguasai semua
pengetahuan yang diberikan, apakah mereka menyenangi atau tidak, membutuhkannya
atau tidak.
Dalam desain
ini terdapat kelebihan dan kelemahannya, kelebihan desain ini yaitu:
a.
Mudah
disusun, dilaksanakan dievaluasi dan disempurnakan
b.
Para
pengajar tidak perlu dipersiapkan khusus, bila dipandang menguasai ilmu atau
bahan ajar, maka dipadang sudah dapat menyampaikannya.
Dan
kelemahannya yaitu:
a.
Karena
pengetahuan diberikan secara terpisah-pisah, hal ini bertentangan bahwab
pengetahuan merupakan satu kesatuan
b.
Peran
serta anak didik sangat pasif karena mengutamakan bahan ajar
c.
Pengajaran
lebih menekankan pengetahuan dan kehidupan masa lalu, pengajaran bersifat
verbalistis dan kurang praktis.
Ada tiga bentuk Subject Centered Design yaitu:
a. The Subject Design
The Subject
Curiculum merupakan
bentuk desain yang paling murni dari subject centered design. Materi
pelajaran disajikan secara terpisah-pisah dalam bentuk mata-mata pelajaran.
Model desain ini telah ada sejak lama. Orang-orang Yunani kemudian Romaawi
mengembangkan Trivium dan Quadrivium. Trivium meliputi gramatika, logika, dan
retorika, sedangkan Quadrivium meliputi matematiks, geometri, astonomi, dan
musik. Paada saat itu pendidikan tidak diarahkan pada mencari nafkah,
tapi pada pembentuakan pribadi dan status sosial (Liberal Art).
Pendidikan hanya di peruntukan bagi anak-anak golongan bangsawan yang tidak
usah bekerja mencari nafkah.
Pada abad
19 pendidikan tidak lagi diarahkan pada pendidikan umum (liberal art)
tetapi pada pendidikan yang lebih bersifat praktis., berkenaandengan mata
pencaharian (pendidikan vokasional). Pada saat itu mulai berkembang mata-mata
pelajaran fisika, kimia, biologi, bahasa yang masih bersifat teoritis, juga
berkembang mata-mata pelajaran praktid seperti pertanian, ekonomi, tata
buku, kesejahteraan keluarga, keterampilan dan lain-lain. Isi pelajaran di
ambil dari pengetahuan, dan nilai-nilai yang telah ditemukan oleh ahli-ahli
sebelumnya. Para siswa di tuntut untuk menguasai semua pengetahuan yang
diberikan, apakah mereka menyenangi atau tidak, membutuhkannya atau tidak.
Karena pelajaran-pelajaran diberikan secara terpisah-pisah, maka siswa
menguasainya pun terpisah-pisah pula. Tidak jarang siswa menguasai bahan hanya
pada tahap hafalan, bahkan dikuasai secar verbalitas.
Lebih
rinci kelemahan-kelemahan bentuk kurikulum ini adalah :
1) kurikulum memberikan pengetahuan
terpisah-pisah, satu terlepas dari yang lainnya.
2) isi kurikulum diambil dari masa
lalu, terlepas dari kejadian-kejadian yang hangat, yang sedang berlangsung saat
sekarang.
3) Kurikulum ini kurang memperhatiakan
minat, kebuutuhan dan pengalaman peserta didik
4) Isi kurikulum disusun berdasarkan
sistematika ilmu sering menimbulkan kesukaran di dalam mempelajari dan
menggunakannya
5) Kurikulum lebih mengutamakan isi dan
kurang memperhatiakn cara penyampaian. Cara penyampaian utama adalah
ekspositori yang menyebabkan peran siswa pasif.
Meskipun
ada kelemahan-kelemahan di atas, bentuk desain kurikulum ini mempunyai beberapa
kelebhan karena kelebihan-kelebihan tersebut bentuk kurikulum ini lebih
banyak dipakai.
1)
Karena
materi pelajaran diambil dari ilmu yang sudah tersusun secara sitematis
logis, maka penyusunnya cukup mudah.
2)
Bentuk
ini sudah di kenal sejak lama, baik oleh guru-guru maupun orang tua, sehingga
lebih mudah untuk dilaksanakan.
3)
Bentuk
ini memudahkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan di perguruan tinggi,
sebab pada perguruan tinggi umumnya menggunakan bentuk ini
4)
Bentuk
ini dapat dilaksanakan secara efisien, karena metode utamanya adalah metode
ekspositori yang dikenal tingkat efisiennya cukup tinggi
5)
Bentuk
ini sagat ampuh sebagai alat untuk melestarikan dan mewariskan warisan budaya
masa lalu.
b. The Disciplines Design
Bentuk ini
merupakan pengembangan dari subject design keduanya masih
menekankan kepada isi materi kurikulum. Walaupun bertolak belakang dari hal
yang sama tetapi antara keduanya terdapat perbedaan. Pada subject
design belum ada kriteria yang tegas tentang apa yang disebut subject
(ilmu). Belum ada perbedaan antara matematika, psikologi dengan
teknik atau cara mengemudi, semuanya disebut subject. Pada disciplines
design kriteria tersebut telah tegas, yang membedakan apakah suatu
pengetahuan itu ilmu atau subject dan bukan adalah batang tubuh ke
ilmuannya. Batang tubuh keilmuan menentukan apakah suatu bahan pelajaran itu
disiplin ilmu atau bukan, Untuk menegaskan hal itu mereka menggunakan istilah
disiplin.
Isi
kurikulum yang diberikan di sekolah adalah dusiplin-disiplin ilmu. Menurut
pandangan ini sekolah adalah mikrokosmos dari dunia intelek, batu pertama dari
hal itu adalah isi dari kurikulum. Para pengembang kurikulum dari aliran ini
berpegang teguh pada disiplin-disiplin ilmu seperti : fisika,
biologi, psikologi, sosiologi dan sebagainya.
Perbedaan
lain adalah dalam tingkat penguasaan, disciplines design tidak
seperti subject design yang menekankan penguasaab fakta-fakta dan
informasi tetapi pada pemahaman (understing). Para peserta didik
didorong untuk memahami logika atau struktur dasar suatu disiplin,
memahami konsep-konsep, ide-ide dan prinsip-prinsip penting juga didorong untuk
memahami cara mencari dan menemukannya (modes of inquiry and discovery).
Hanya dengan meguasai hal-hal itu, kata mereka, peserta didik akan memahami
masalah dan mampu melihat hubungan berbagai fenomena baru.
Proses
belajarnya tidak lagi menggunakan pendekatan ekspositori yang menyebabkan
peserta didik lebih banyak pasif, tetapi menggunakan pendekatan inkuiri dan
diskaveri. Disciplines design sudah menintegrasikan unsur-unsur progersifisme
dari Dewey. Bentuk ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan subject
design. Pertama, kurikulum ini bukan hanya memiliki organisasi yang
sistematik dan efektif tetapi juga dapat memelihara integritas intelektual
pengetahuan manusia. Kedua, peserta didik tidak hanya menguasai serentetan
fakta, prinsip hasil hafalan tetapi menguasai konsep, hubungan dan
proses-proses intelektual yang berkembang pada siswa.
Meskipun
telah menunjukan beberapa kelebihan bentuk, desain ini maasih memiliki beberapa
kelemahan. Pertama, belum dapat memberikan pengetahuan yang berintegrasi.
Kedua, belum mampu mengintegrasikan sekolah dengan masyarakat atau kehidupan.
Ketiga, belum bertolak dari minat dan kebutuhan atau pengalaman peserta didik.
Keempat, susunan kurikulum belum efisien baik untuk kegiatan belajar maupun
untuk penggunaannya. Kelima, meskipun sudah lebih luas dibandingkan
dengan subject design tetapi secara akademis dan intelektual masih
cukup sempit.
c. The
Broad Fields Design
Baik subject
design maupun disciplines design masih menunjukan adanya
pemisahan antar mata pelajaran. Salah satu usaha untuk menghilangkan pemisahan
tersebut adalah mengembangkan The broad field design. Dalam model ini
mereka menyatukan beberapa mata pelajaran yang berdekatan atau berhubungan
menjadi satu bidang studi seperti sejarah, Geografi, dan Ekonomi digabung
menjadi ilmu Pengetahuan sosial, Aljabbar, Ilmu ukur, dan Berhitung menjadi
matematika, dan sebagainya.
Tujuan
pengembangan kurikulum broad field adalah menyiapakan para siswa yang
dewasa ini hidup dalam dunia informasi yang sifatnya spesialistis, dengan
pemahaman yang bersifat menyeluruh. Bentuk kurikulum ini banyak digunakan di
sekolah menengah pertama, di sekolah menengah atas penggunaannya agak terbatas
apalagi di perguruan tinggi sedikit sekali.
Ada dua
kelebihan penggunaan kurikulum ini. Pertama, karena dasarnya bahan yang
terpisah-pisah, walaupun sudah terjadi penyatuan beberapa mata kuliah masih
memungkinkan penyusunan warisan-warisan budaya secara sistematis dan teratur.
Kedua, karena mengintegrasikan beberapa mata kuliah memungkinkan peserta didik
melihat hubungan antara beberapa hal.
Di samping
kelebihan tersebut, ada beberapa kelemahan model kurikulum ini. Pertama,
kemampuan guru, untuk tingkat sekolah dasar guru mampu menguasai bidang yang
luas, tetapi untuk tingkat yang lebih tinggi, apalagi di perguruan tinggi sukar
sekali. Kedua, karena bidang yang dipelajari itu luas, maka tidak dapat
diberikan secara mendetail, yang diajarkan hanya permukaannya saja. Ketiga,
pengintegrasian bahan ajar terbatas sekali,tidak menggambarkan kenyataan, tidak
memberikan pengalaman yang sesungguhnya bagi siswa, dengan demikian kurang
membangkitkan minat belajar. Keempat, meskipun kadarnya lebih rendah di
bandingkan dengan subject design, tetapi model ini tetap
menekankan proses pencapaian tujuan yang sifatnya afektif dan kognitif tingkat
tinggi.
Fuaduddin dan
Karya mengemukakan tentang kurikulum broad
fields dalam kaitannya dengankurikulum di Indonesia. Ada lima macam bidang
studi yang menganut broad fields ini,
yaitu:
1)
Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA), merupakan peleburan dari mata pelajaran Ilmu Alam, Ilmu
Hayat, Ilmu Kimia, dan Ilmu Kesehatan.
2)
Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS), merupakan peleburan dari mata pelajaran Ilmu Bumi,
Sejarah, Civic, Hukum, Ekonomi, dan
sejenisnya.
3)
Bahasa,
merupakan peleburan dari mata pelajaran Membaca, Menulis, Mengarang, Menyimak,
dan Pengetahuan Bahasa.
4)
Matematika,
merupakan peleburan dari Berhitung, Aljabar, Ilmu Ukur Sudut, Bidang, Ruang,
dan Statistik.
5)
Kesenian,
merupakan peleburan dari Seni Tari, Seni Suara, Seni Klasik, Seni Pahat, dan
Drama.[11]
2.
Learner Centered Design
Suatu desain kurikulum yang mengutamakan peranan siswa. Learner
centered, memberi tempat utama kepada peserta didik. Di dalam pendidikan
atau pengajaran yang belajar dan berkembang adalah peserta didik sendiri.
Guru atau pendidik hanya berperan menciptakan situasi belajar-mengajar,
mendorong dan memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Ada beberapa
variasi model ini yaitu The Activity atau Experience Design, humanistic
design, the open, free design, dan lain-lain. Pada tulisan ini akan
dikemukakan tentang The Activity atau Experience Design
The Activity atau Experience Design model desain berawal pada abad ke 18, atas hasil karya
dari rousseau dan Pestalozzi, yang berkembang pesat pada tahun 1920/1930an pada
masa kejayaan pendidikan progresif.
Beberapa
ciri utama activity atau experience design:
1) struktur kurikulum ditentukan oleh
kebutuhan danminat pesertadidik. Dalam implementasinya guru hendaknya:
a)
Menemukan minat dan kebutuhanpeserta didik,
b)
Membantu para siswa memilih mana yang paling penting dan urgen .
2) karena struktur kurikulum didasarkan
atas minat dan kebutuhan peserta didik, maka kurikulum tidak dapat di susun
jadi sebelumnya, tetapi disusun bersama oleh siswa.
3) Desain kurikulum menekankan prosedur
pemecahan masalah, maksudnya dalam pembelajaran tentu akan di dapatkan masalah
dan dalam activity design perlu mempunyai cara memecahkan masalah tersebut,.
Beberapa
kelebihan dari design kurikulum :
1) karena program pendidikan berasal
dari peserta didik,maka tidak banyak mengalami kesulitan merangsang peserta
didik dalam motivasi belajar.
2) pengajaran memperhatikan
individual,meskipun di bentuk kelompok sekalipun karena mereka juga harus
berperan aktif dalm kelompok.
3) kegiatan- kegiatan pemecahan masalah
memberikan bekal kecakapan dan pengetahuan untuk menghadapi kehidupan di luar
sekolah.
Kritik
untuk kurikulum ini:
1) Pertama, perbedaan pada minat dan
kebutuhan peserta didik yang kerap terjadi.
2) kurikulum tidak mempunyai pola karena
sumber pemikiran berasaldari peserta didik.
3) activity design curriculum sangat
lemah dalam kontinuitas dan sekuens. Dasar minat peserta didik tidak memberikan
landasan yang kuat.
4) kurikulum ini tidak dapat dilakukan
oleh guru biasa karena membutuhkan ahli general education plus ahli psikologi
perkembangan fan human relation.
3.
Problem Centered Design
Desain
kurikulum yang berpusat pada masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. Problem
centered design berpangkal pada filsafat yang mengutamakan peranan manusia
(man centered). Desain kurikulum ini berangkat dari asumsi bahwa manusia
sebagai makhluk sosial yang selalu hidup bersama. Konsep ini menjadi landasan
dalam pendidikan dan pengembangan kurikulum, dan isi kurikulum berupa
masalah-masalah sosial yang dihadapi peserta didik sekarang dan akan datang,
sedangkan tujuan disusun berdasarkan kebutuhan, kepentingan dan kemampuan
peserta didik. Minimal ada dua variasi model desain kurikulum ini, yaitu the
areas of living design, dan The core design.
a. The Area of Living Design
Dalam
prosedur belajar ini tujuan yang bersifat proses (process objectives)
dan yang bersifat isi (content objectivies) diintegrasikan. Penguasaan
informasi- unformasi yang bersifat pasiftetap dirangsang. Cirri lai yaiti
menggunakan pengalaman dan situasi – situasi dari peserta didik sebagai pembuka
jalan dalam mempelajari bidang-bidang kehidupan.
Dalam the
areas of living hubungannya dengan bidang-bidang kehidupan sehingga dapat
dikatakan suatu desain bidang-bidang kehidupan yang dirumuskan dengan baikakan
merangkumkan pengalaman-pengalaman peserta didik.
Desain ini
mempunyai beberapa kebaikan diantanya:
1) the areas
of living desaign
merupakan the subject matter design tetapi dalam bentuk yang
terintegrasi. Pemisahan antara subject dihilangkan oleh problema- problema
kehidupan sosial.
2) karena kurikulum diorganisasikan di
sekitar problema- problema peserta didik maka kurikulum ini
menggunakan prosedur pemecahan masalah.
3) menyajikan bahan ajar yang relevan,
untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan.
4) menyajikan bahan ajar dalam bentuk
yang professional.
5) motivasi berasal dari peserta didik.
Beberapa
kritikan tentang desain ini:
1) penentuan lingkup dan sekuens dari
bidang-bidang kehidupan yang sangat esensial sangat sukar.
2) lemahnya integrasi kurikulum
3) desain ini megabaikan warisan
budaya.
4) para peserta didik memandang masalah
untuk sekarng dan masa depan dan mengabaikan masa lalu.
5) buku dan media lain tidak banyak
disiapkan untuk model ini sehingga mengalami kesulitan.
b. The Core Curriculum
The core design kurikulum yang
timbul sebagai reaksi utama kepada separate subjects design, dengan sifatnya
yang terpisah-pisah. Desain ini mengintegrasikan bahan ajar, dengan memilih
mata pelajaran tertentu sebagai inti (core). Sedangkan pelajaran lainnya
dikembangkan disekitar core tersebut. Menurut konsep ini, inti-inti bahan ajar
dipusatkan pada kebutuhan individual dan sosial.
Kurikulum ini merujuk pada suatu rencana yang mengorganisasikan dan
mengatur bagian terpenting dari program pendidikan umum di sekolah, yaitu
merujuk pada pengalaman belajar yang fundamental bagi peserta didik, karena
pengalaman belajar berasal dari: a) kebutuhan atau dorongan secara individual
maupun secara umum, dan b) kebutuhan secara sosial dan sebagai warga negara
masyarakat demokratis.[12]
Mayoritas
memandang core curriculum sebagai suatu model pendidikan atau program
pendidikan yang memberikan pendidikan umum. Pada beberapa kurikulum yang
berkembang dewasa ini di Indonesia, core curriculum disebut sebagai
kelompok mata kuliah atau pelajaran dasar umum, dan diarahkan untuk
mengembangkan kemampuan-kemampuan pribadi dan sosial.
The core curriculum
diberikan guru-guru yang memiliki penguasaan dan berwawasan luas, bukan
spesialis. Disamping memberikan pengetahuan, nilai-nilai dan ketrampilan
sosial, guru-guru juga memberikan bimbingan terhadap perkembangan sosial
pribadi peserta didik. Ada beberapa variasi desain core curriculum
yaitu:
1) The Separated Subject Core, yaitu salah satu usaha untuk mengatasi
keterpisahan antar mata pelajaran, beberapa mata pelajaran yang dipandang
mendasari atau menjadi inti mata pelajaran lainnya dijadikan core.
2) The Correlated Core,yaitumengintegrasikan beberapa mata
pelajaran yang erat hubungannya.
3) The Fused Core,yang menampakkan mata pelajaran yang dilebur dan
diintegrasikan, misalnya Sejarah, Geografi, Antropologi, Sosiologi, Ekonomi
dipadukan menjadi Studi Kemasyarakatan.
4) The Experience Core, yaitumata pelajaran yang dipusatkan pada
minat-minat dan kebutuhan peserta didik.
5) The Areas of Living Core,yaitu pendidikan umum yang isinya diambil
dari masalah-masalah yang muncul di masyarakat, dan bersifat cenderung
memelihara dan mempertahankan kondisi yang ada.
6) The Social Problem Core, yaitu didasarkan pada problema-problema
yang mendasar dan bersifat kontroversial, misalnya Kemiskinan, Kelaparan,
Inflasi, Perang Nuklir, dan sebagainya. Hal tersebut merupakan sesuatu yang
mendesak untuk dipecahkan.
Misalkan aplikasi di Perguruan Tinggi Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri, tanpa memperhatikan jurusan masing-masing dapat dilihat
kurikulumnya yaitu:
a. Pancasila
b. Civic Education
c. Bahasa Arab
d. Bahasa Inggris
e. Bahasa Indonesia, dan sebagainya.
Mata kuliah di atas disebut mata kuliah dasar umum yang harus diambil
oleh semua mahasiswa dari semua jurusan dan semua program studi.
0 komentar:
Posting Komentar